A. Lintasan Sejarah Kampus Religius
Ketika abad pertengahan,
kepentinagn keagamaan dominan mempengaruhi kehidupan perguruan tinggi di Eropa
daratan. Aktifitas perguruan tinggi sepenuhnya didominasi oleh para dosen yang
umumnya para rohaniawan (pro gereja). Mereka yang berkuasa menentukan siapa
yang layak menjadi mahasiswa dan ilmu apa yang harus disampaikan. Tipe
perguruan tinggi ini disebut University Magistorum, artinya kampus yang
sangat menonjolkan simbol dan doktrin ajaran agama dan melarang “ilmu setan”
yang dapat mengancam keimanan dan hegemoni gereja.
Dominasi keagamaan mulai
pudar ketika munculnya gugatan terhadap otoritas gereja oleh para ilmuwan yang
merasa aktifitas dan kreatifitas keilmuannyaa dibatasi oleh gereja dan gerakan
protestan dari dalam gereja. Kemudian berkembang kampus University studiorum,
dimana mahasiswa mempunyai wewenang luas untuk menentukan sendiri ilmu apa
yang dibutuhkan dan dosen siapa yang layak mengajar.
B. Pengertian Aktualisasi Islam
Aktualisasi Islam adalah
penjabaran nilai-nilai Islam dalam bentuk norma-norma dan merealisasikannya
dalam kehidupan sehari-hari secara individual, berbangsa dan bernegara.
Aktualisasi Islam dalam kehidupan kampus adalah
realisasi penjabaran nilai-nilai Islam dalam bentuk norma-norma dalam setiap
aspek kehidupan kampus yang dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat
kampus.
Penjabaran nilai-nilai Islam
diwujudkan dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan moral yang dibingkai dalam
aspek ibadah dan akhlak. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan perilaku
setiap individu dalam hubungannya dengan Allah (hablum minallah) dan
hubungannya dengan manusia (hablum minanas)
C. Wujud dan Pendekatan Aktualisasi
Nilai-nilai Islam
Tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam
dalam kehidupan kampus:
1. Aspek Fisik
Aktualisasi nilai-nilai Islam diwjudkan dalam
bentuk ibadah (mushalla/masjid), perpustakaan, tulisan (spanduk, dan peraturan
2. Aspek kegiatan
Berupa perkuliahan, asistensi, seminar, kajian,
dan lain-lain.
3. Sikap dan perilaku
Diwujudkan dalam bentuk budaya salam, sapaa,
silaturahim dan penampilan.
Muhadjir Effendi menawarkan dua pendekatan untuk
mewujudkan sebuah kampus yang bercitrakan agama, yaitu:
1.
Pendekatan
formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan kurikuler
(kegiatan pengajaran secara tatap muka di kelas)
2.
Pendekatan
Non Formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Perguruan
Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan struktural dan institusional
ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius. Sebab dalam muatan
kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan ilmu “sekuler”,
antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum.
Beberapa metode untuk mengatasi duslisme
(Kuntowijoyo, 1991::352-353):
- Memasukkan mata kuliah keislaman sebagai
bagian kurikulum yang ada.
- Menawarkan beberapa mata kuliah pilihan
dalam bidang studi Islam, setelah mahasiswa menempuh mata kuliah PAI tingkat
dasar pada awal semester, pada semester berikutnya diharusnya memilih studi
Islam secara bebas, seperti tafsir dan fiqh.
- Diajarkannya mata kuliah filsafat ilmu
untuk memberikan latar belakang filosofis mengenai mata kuliah umum yang
diajarkan.
D. Budaya
Akademik
Budaya akademik merupakan
proses belajar mengajar dan penelitian dalam arti sebenarnya, Al Qur’an
menebutnya sebagai tradisi rabbani yang artinya orang yang ma’rifah kepada
Allah, berpegang tegung pada agama Allah dan selalu taat padanya. Allah
berfirman dalam QS.Ali Imran :79:
79. Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian,
lalu dia berkata kepada manusia: Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku
bukan penyembah Allah. Akan tetapi (dia berkata): Hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau