Selasa, 08 Mei 2012

Aktualisasi Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Kampus


A.    Lintasan Sejarah Kampus Religius
Ketika abad pertengahan, kepentinagn keagamaan dominan mempengaruhi kehidupan perguruan tinggi di Eropa daratan. Aktifitas perguruan tinggi sepenuhnya didominasi oleh para dosen yang umumnya para rohaniawan (pro gereja). Mereka yang berkuasa menentukan siapa yang layak menjadi mahasiswa dan ilmu apa yang harus disampaikan. Tipe perguruan tinggi ini disebut University Magistorum, artinya kampus yang sangat menonjolkan simbol dan doktrin ajaran agama dan melarang “ilmu setan” yang dapat mengancam keimanan dan hegemoni gereja.
Dominasi keagamaan mulai pudar ketika munculnya gugatan terhadap otoritas gereja oleh para ilmuwan yang merasa aktifitas dan kreatifitas keilmuannyaa dibatasi oleh gereja dan gerakan protestan dari dalam gereja. Kemudian berkembang kampus University studiorum, dimana mahasiswa mempunyai wewenang luas untuk menentukan sendiri ilmu apa yang dibutuhkan dan dosen siapa yang layak mengajar.
           
B.     Pengertian Aktualisasi Islam
Aktualisasi Islam adalah penjabaran nilai-nilai Islam dalam bentuk norma-norma dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari secara individual, berbangsa dan bernegara.
Aktualisasi Islam dalam kehidupan kampus adalah realisasi penjabaran nilai-nilai Islam dalam bentuk norma-norma dalam setiap aspek kehidupan kampus yang dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat kampus.
Penjabaran nilai-nilai Islam diwujudkan dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan moral yang dibingkai dalam aspek ibadah dan akhlak. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan perilaku setiap individu dalam hubungannya dengan Allah (hablum minallah) dan hubungannya dengan manusia (hablum minanas)

C.    Wujud dan Pendekatan Aktualisasi Nilai-nilai Islam
Tiga wujud dalam mengaktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus:
1.      Aspek Fisik
Aktualisasi nilai-nilai Islam diwjudkan dalam bentuk ibadah (mushalla/masjid), perpustakaan, tulisan (spanduk, dan peraturan
2.      Aspek kegiatan
Berupa perkuliahan, asistensi, seminar, kajian, dan lain-lain.
3.      Sikap dan perilaku
Diwujudkan dalam bentuk budaya salam, sapaa, silaturahim dan penampilan.

Muhadjir Effendi menawarkan dua pendekatan untuk mewujudkan sebuah kampus yang bercitrakan agama, yaitu:
1.      Pendekatan formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan kurikuler (kegiatan pengajaran secara tatap muka di kelas)
2.      Pendekatan Non Formal
Pendekatan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

      Perguruan Tinggi Umum sepertinya akan mengalami benturan struktural dan institusional ketika hendak mewujudkan sebuah kampus religius. Sebab dalam muatan kurikulumnya, masih adanya dualisme antara ilmu agama dan ilmu “sekuler”, antara mata kuliah agama dan mata kuliah umum.
Beberapa metode untuk mengatasi duslisme (Kuntowijoyo, 1991::352-353):
  1. Memasukkan mata kuliah keislaman sebagai bagian kurikulum yang ada.
  2. Menawarkan beberapa mata kuliah pilihan dalam bidang studi Islam, setelah mahasiswa menempuh mata kuliah PAI tingkat dasar pada awal semester, pada semester berikutnya diharusnya memilih studi Islam secara bebas, seperti tafsir dan fiqh.
  3. Diajarkannya mata kuliah filsafat ilmu untuk memberikan latar belakang filosofis mengenai mata kuliah umum yang diajarkan.

D.    Budaya Akademik
Budaya akademik merupakan proses belajar mengajar dan penelitian dalam arti sebenarnya, Al Qur’an menebutnya sebagai tradisi rabbani yang artinya orang yang ma’rifah kepada Allah, berpegang tegung pada agama Allah dan selalu taat padanya. Allah berfirman dalam QS.Ali Imran :79:

79.  Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. Akan tetapi (dia berkata): Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam.
Di antara poin-poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang berilmu, di antaranya adalah:
  1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
  2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu pengetahuan.
  3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
  4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
  1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
  2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
  3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.

Budaya akademik sebagai sub system perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan menegmbangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civil society) dan bangsa secara keseluruhan.Budaya akademik sebenarnya merupakan budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Mmebangun budaya akademik Perguruan Tinggi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena ini menangkut mental para civitas akademik yang terlibat didalamnya.Terciptanya budaya akademikberarti terciptanya budaya pelajar secara konsisten,sistematis, dan berkesinambungan dalam kehidupan civitas akademika, baik ketika di dalam kampus seperti  kuliah tatap muka di kelas, praktek di lab, membaca di perpustakaan, dan stadium general. Sedangkan di luar kampus seperti seminar, diskusi, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Islam memberikan spirit yang begitu tinggi terhadap terciptanya budaya akademik. Misalnya pada QS. An Nissa ayat 162,Allah SWT Berfirman :


162.  Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mumin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.

Secara lebih mendalam, fungsi budaya akademik akan tercermin dalam fungsi – fungsi belajar yaitu:
  1. Fungsi fikriyah memperdalam kemampuan berpikir analistis, kritis, sistematis; memperluas kreatifitas bagi dosen dan mahasiswa sesuai dengan kemajuan jaman.
  2. Fungsi ruhiyah, mempertajam intuisi, hati serta mental dosen dan mahasiswa agar lebih peka, lebih inovatif dalam menyelesaikan segala permasalahan di kampus maupun di masyarakat.
  3. Fungsi jasadiyah, menignkatkan keaktifan dan keefektifan dosen dan mahasiswa dalam menuntut ilmu, mengembangkan dan menerapkan ilmu
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi actual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, san dibarengi dengan prestasi ibadah dan ketundukan kepada Allah SWT, karena itu merupakan cirri seorang ilmuwan Allah berfirman di dalam Al Qur’an :

Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(QS.Faathir:28)

Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi dan dibarengi dengan sikap religius yang baik.

E.     Etos Kerja
Kata etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Dari kata ini kemudain muncul istilah “ethic” dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata etika
Etika berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, maka hendaknya setiap muslim harus mengisi etika tersebut dengan keislamannya, sehingga akan selalu muncul persepsi positif dalam kehidupannya. Dengan demikian pengertian etos kerja yaitu norma atau cara memandang dan menyatakan sesuatu, serta cara dirinya mempersepsi.
Bekerja bagi seorang muslim memiliki pengertian sebagai upaya yang sunguh- sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fakir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (Toto Tasmara,1995:27)
Setiap musilm hendaknya memiliki etos kerja yang tinggi, karena islam senantiasa mendorong umatnya untuk bekerja keras. Kerja keras merupakan sifat dari orang yang berjihad. Jihad atau mujahadah bermakna sikap yang bersungguh-sungguh untuk mengerahkan segala potensi dan kekuatan yang dimiliki dalam rangka mencapai tujuan yang diciya-citakannya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :

Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.

Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain;
  1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
  2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
           
Profil muslim yang memiliki etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang senantiasa didasarkan kepada keyakinan bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan adalah merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT dan berharap untuk mendapatkan kemuliaan di sisiNya.

Ada beberapa ciri profil muslim yang memiliki etos kerja :
1.      Kokoh dan mandiri
Kokoh merpakan karakter setiap muslim yang memiliki kekuatan, kematangan dan kedewasaan secara ruhiyah, fikriyah dan jasaduyah.. Ciri etos kerja ini terdapat pada muslim yang memiliki ketajaman ruhani, kejernihan jiwa, wawasan yang luas, pengetahuan yang mendalam dan memiliki fisik yang prima sehingga mampu bekerja secara enerjik dan dinamis dan tidak patah semangat dalam menghadapi masalah. Firman Allah SWT :


105.  Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mumin akan melihat perkerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.

Seorang muslim yang kokoh adalah setiap pribadi yang memiliki keimanan yang kuat, ikhlas, semangat yang membara, beramal dan rela berkorban.
Dengan keimanan yang kuat akan memunculkan jiwa jiwa yang merdeka. Kekuatan inovasi dan kreatifitas ini yang akan memunculkan kemandirian. Kepribadian yang mandiri akan memunculkan kebahagiaan memperoleh atas hasil dan usaha dalam bekerja. Orang yang bekerja secara mandiri senantiasa memiliki harapan agar setiap pekerjaannya mendapat ridha dari Allah SWT

2.      Dinamis dan kreatif
Mahasiswa khusususnya sebagai seorang muslim harus berpikiran maju dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru dalam mengerjakan apa saja.Sehingga tidak mudah putus asa apabila mendapatkan suatu masalah.

3.      Spesialis dan berwawasan global
Spesialis yaitu professional dalam bidangnya. Sedangkan berwawasan global yaitu berwawasan luas dan mau menerima hal-hal baru yang lebih baik. Seorang muslim juga harus mampu beradaptasi dengan era globalisasi dan berusaha untuk mengembangkan diri.namun jangan sampai larut dalam gelombang perubahan zaman yang seringkali menyesatkan.    

4.      Berorientasi pada produktivitas
Mendedikasikan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidak membiarkan waktunya terbuang sia-sia untuk melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat.Seperti tercantum dalam firman Allah berikut:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً  

 ) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada tuhannya.” (QS Al Isra : -27)

5.      Memperkuat jaringan kerja
Menjalin hubungan yang baik antara sesama umat manusia karena dengan itu akan membantu manusia untuk  dapat bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan. Seperti tercantum dalam firman Allah berikut:

              نَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.9As shaff :4)

6.      Agen  of change
Sebagai pelopor perubahan hal ini harus dimulai dari diri sendiri.Berusaha untuk menjadi pribadi yang uggul agar dapat menjadi tauladan yang membawa perubahan bagi lingkungan.

7.      Memiliki jiwa kepemimpinan


Pemimpin merupakan pribadi/individu yang jujur dan kredibel baik secara moral maupun intelektuel sehingga dirinya menjadi rujukan public dan menjadi tumpuan masyarakat unti\uk dimintakan saran dan solusi atas permasalahan mereka.
Seperti tercantum dalam firman Allah berikut:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Al isra :36)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar