1. Masalah belajar dalam proses penerimaan
Dorongan belajar berperan besar untuk menumbuhkan semangat siswa dalam belajar. Karena seorang siswa meski memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat, pasti akan tetap ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian. Maka tunas semangat ini harus dipelihara secara terus menerus. Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar.
Motivasi yang diberikan dapat meliputi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu. Bila siswa mengetahui betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa haus untuk menuntut ilmu. Selain itu bagaimana seorang guru mampu membuat siswanya merasa membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa membutuhkan ilmu maka tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri. Sehingga semangat siswa untuk menuntut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan memudahkan proses belajar. Karena jika siswa kurang akan moy=tivasi dalam belajar maka ia kurang bersemangat dalam belajar mereka seolah-olah tampak malas dan jerah menjalani proses belajar
.
.
b. Lingkungan sosial siswa
Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi kerjasama , kompetisi, persaingan, konflik atau perkelahian. Hal ini akan menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar serta menimbulkan berbagai gaya belajar siswa, antara lain : (1) Gaya belajar Competitive (bersaing),
(2) Gaya belajar Collaborative (bekerjasama), (3) Gaya belajar Avoident ( menghindar/menyendiri), (4) Gaya belajar Partisipant (berpartisipasi), (5) Gaya belajar Dependent (menggantungkan diri), (6) Gaya belajar Independent (mandiri).
c. Suasana yang kurang kondusif untuk belajar
Sekolah :
Sifat kurikulum yang kurang fleksibel juga dapat menimbulkan masalah belajar, misalnya seperti perubahan kurikulum dll. Kemudian, beban belajar yang terlalu banyak juga mampu menimbulkan berbagai masalah. Misalnya seperti jadwal pelajaran yang begitu padat dan berap bagi peserta didik serta kurangnya time break didalam proses belajar sehingga siswa merasa jenuh dan lelah yang kberdampak pada kurang optimalnya proses belajar siswa itu sendiri. Metode mengajar yang kurang memadai juga mempengaruhi proses belajar peserta didik, serta kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
Keluarga (rumah) :
Kondisi keluarga yang kurang harmonis akan menimbulkan berbagai masalah dalam belajar, serta sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya. Misalnya, seorang anak memiliki keinginan atau kemauan untuk belajar namun dilain pihak kedua orang tuanya justru saling cek-cok (bertengkar). Hal ini akan memecahkan konsentrasi anak dalam belajar, sehingga anak merasa malas belajar dan bisa terjadi akan timbul sifat rendah diri pada anak tersebut.
d. Malas belajar
Malas belajar menjadi alasan dan hambatan pokok dalam proses belajar. Mulai dari anak usia TK, SD, SMP dan bahkan pekerja sekaligus. Rasa malas sering timbul dalam diri kita karena kurangnya rasa tanggung jawab pada diri kita. Jika kita menyadari akan tanggung jawab kita sebagai peserta didik, maka secara otomatis rasa malas itu dapat kita hindari. Dengan cara memotivasi dengan impian dan cita-cita yang kita miliki.
e. Prasarana dan sarana untuk belajar
Sarana dan prasarana yang kurang memadai juga akan menghambat proses belaja. Misalnya, seorang anak TK yang berkeingin untuk menggambar tapi ia tidak memiliki buku gambar dan pensil. Proses belajarnya akan terhambat dengan kondisinya tersebut, sehingga tidak mampu mengapresiasikan keinginan belajarnya. Jadi, sarana dan prasarana ini harus dipenuhi agar proses belajar dapat terlaksana dengan maksimal.
f. Konsentrasi Belajar
Peserta didik yang mengikuti KBM belum tentu berhasil dalam proses belajar. Konsentrasi belajar siswa sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Karena walaupun siswa mengikuti KBM namun ia tidak berkonsentrasi, maka hal itu akan percuma dan sia-sia. Tidak adanya konsentrasi belajar siswa maka tidak akan pernah terjadi apa yang dinamakan belajar itu sendiri. Karena konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya.
Tak jarang pula lingkungan sekitar memecahkan konsentrasi peserta didik. Misalnya seorang siswa mulai mengeluarkan buku dan mulai beranjak membaca buku pelajarannya karena KBM akan dimulai, namun teman sebelah atau teman yang lain memecahkan konsentrasi siswa tersebut dengan mengajaknya berbincang, bercanda, bermain dan bahkan mengejekknya agar ia tidak belajar.
2. Masalah belajar dalam proses pengolahan
a. Konsentrasi Belajar
Untuk memperkuat perhatian, guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat (time break). Sebaiknya guru ketika memulai proses belajar tidak langsung melakukan pembelajaran, namun lebih memusatkan perhatian siswanya terlebih dahulu sehingga siap untuk melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian siswa masih terpecah-pecah dengan berbagai masalah. Sehingga sangat perlu untuk melakukan pemusatan perhatian dengan berbagai strategi. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah 30menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
b. Ketercepatan dalam belajar
Kecepatan siswa dalam belajar sangat mempengaruhi hail dari proses belajar tersebut, namun juga dapat menghambat proses belajar itu sendiri. Misalnya seperti anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi, ia memiliki tingkat kepandaian yang lebih dibanding dengan teman sebayanya. Namun ia mengikuti pelajaran dengan orang-orang yang memiliki kecerdasan berfikir yang standar atau normal, maka ia akan merasa proses belajar yang ada disekitarnya sangat lambat. Kalimat mudahnya saja, kalau seorang anak sudah bisa menghitung angka 1-10 padahal teman yang lain baru akan belajar menghitung angka 5-10 maka ia akan merasa jenuh dengan kondisi lingkungan belajarnya. Sehingga proses belajarnya kurang optimal, walaupun ia memiliki kecerdasan atau kecepatan diatas rata-rata.
c. Sangat lambat dalam belajar
Keterlambatan siswa sangat menghambat proses belajar, tidak hanya menghambat diri sendiri namun terkadang juga dapat menghambat peserta didik lainnya. Misalnya saja seorang anak seharusnya sudah dapat membaca dibangku kelas 3, namun ada anak yang melum bisa membaca sama sekali. Hal ini akan menghambat proses belajar dalam kelas itu. Karena secara tidak langsung, guru akan berusaha membimbing anak tersebut agar bisa seperti teman yang lain dengan cara mengajar yang tidak begitu cepat agar anak tersebut mampu mengikuti pelajaran.
Keterlambatan ini juga bisa mempengaruhi kondisi psikologis pada peserta didik. Lingkungan yang kurang memaklumi akan keterlambatan inilah yang akan merusak mental anak tersebut. Sehingga anak tersebut merasa paling bodoh, timbul rasa rendah diri dan bahkan fatalnya anak tersebut justru akan mogok belajar karena merasa malu dicemooh teman-temannya.
d. Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar
Sikap siswa dalam proses belajra akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhi tindak dalam belajar. Sikap yang salah akan membawa siswa merasa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini akan sangat menghambat proses belajar. Ketika siswa sudah tidak peduli terhadap belajar maka upaya pembelajaran yang dilakaukan akan sia-sia
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa juga akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk yang timbul biasanya disebabkan oleh ketidak mengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri. Misalnya seperti belajar disaat akan menghadapi ulangan saja (tidak teratur), menyia-nyiakan kesempatan belajar, datang terlambat, suka menunda-nunda tugas, mengulur waktu, membenci guru bidang studi terentu, pasif dalam bertanya dll. Bila siswa tidak memiliki kebiasaan belajar yang baik dikhawatirkan mereka tidak akan mencapai hasil belajar yang baik. Prestasi belajar yang baik akan dicapai melalui usaha atau kerja keras.
e. Pembelajaran yang tidak sesuai dengan tipe belajar siswa
Setiap peserta didik memiliki tipe bejara yang berbeda. Tipe atau gaya belajar diantaranya adalah gaya bahasa visual, auditorial, dan kinestetik. Karakteristik anak yang bertipe visual cenderung lebih mudah menangkap informasi dengan cara melihat, lebih memerhatikan segala sesuatu dan menjaga penampilan, serta lebih suka membaca daripada dibacakan serta lebih mudah mengingat jika dibantu gambar. Selain itu anak tipe visual juga peka terhadap warna, jadi dalam menerima atau merespons materi ia lebih sering oretan dalam catatannya.
Berbeda dengan anak yang bertipe auditorial, ia lebih mudah mengkap informasi melalui suara-suara (mendengarkan). Ia harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Metode guru untuk mengajar peserta didik yang bertipe belajar seperti ini bisa menggunakan tape perekam sebagai alat bantu untuk merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali.menggunakan metode wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi, mencoba membaca informasi, kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami dan bisa juga melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Peserta didik dengan tipe belajar kinestetik ini lebih sukar. Karena tipe belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.
Apa pun gaya belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Jadi dengan kata lain, guru harus dapat perbedaan itu. Sehingga dalam metode mengaja guru harus pandai-pandai menyampaikan materi dengan memadukan berbagai metode agar peserta didik mampu menangkap informasi tanpa adanya kendala karena perbedaan tipe belajarnya tersebut.
f. Kurangnya daya tarik siswa terhadap materi yang disampaikan guru
Adanya ketidaktertarikan siswa terhadap materi, metode mengajar guru ataupun hal-hal lain sangat menghambat proses belajar. Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik jika mereka merasa materi yang disampaikan menarik, sehingga seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
g. Keaktifan siswa
Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar (mendengarkan, menyimak, mencatat, aktif bertanya dan menanggapi dll).
3. Masalah belajar dalam proses penyimpanan
a. Sangat lambat dalam belajar
Keterlambatan siswa dalam menyimpan ataupun merespons informasi sring kali menjadi penghambat dalam proses belajar. Daya ingat yang cepat serta konsentrasi yang baiklah yang mampu menciptakan keberhasilan belajar. Kalau anak sangat lambat dalam belajar, maka tidak menutup kemungkina ia akan setengah-setengah dalam memperoleh informasi. Sehingga hasil belajar yang dicapainya kurang optimal dibanding dengan teman-teman yang lain.
b. Konsentrasi Belajar
Selain daya ingat, konsentrasi sangat diperlukan dalam proses penyimpanan informasi. Karena jika peserta didik tidak mampu memfokuskan konsentrasinya, maka ia akan kesulitan dalam memahami setiap informasi yang didapat. Sehingga penyimpanan yang dilakukan kurang maksimal, hanya sebatas apa yang ia dengar, tidak memahami secara keseluruhan isi dari informasi tersebut.
c. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan , proses pengolahan kembali dan proses penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar yang disimpan dalam jangka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa. Hal ini akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar/catatan yang telah diberikan oleh seorang guru. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga ingatan yang disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.
4. Masalah belajar dalam proses pengungkapan kembali
a. Daya ingat siswa
Setiap individu memiliki perbadaan daya ingat, karena tidak semua siswa memiliki daya ingta yang baik. Daya ingat sangat berpengaruh dalam proses belajar terlebih dalam proses mengingat atau menggali kembali apa yang pernah diterimanya. Daya ingat disini tidak hanya daya ingat dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang. Tidak jarang siswa yang kurang sadar akan pentingnya belajar untuk mengasah daya ingatnya. Jadi tak jarang pula kita jumpai anak yang memiliki daya ingat rendah terlebih sehabis libur panjang, peserta didik sering lupa akan pelajaran sebelumnya. Maka dari itu, peserta didik harus mencatat materi yang disampaikan untuk mempermudah adlam mengingat-ingat.
b. Alat bantu / media yang digunakan siswa
Selain alat daya ingat, media atau alat bantu siswa juga sangat mendukung proses pengungkapan kembali materi-mareti yang telah dipelajarinya. Misalnya seperti mencatat, membuat coretan-coretan, medandai dengan warna, merekam dll. Namun ada juga siswa yang malas melakukan hal-hal tersebut, sehingga ia menemui berbagai kesulitan untuk mengungkapkan kembali materi apa yang pernah ia pelajari.
c. Kesungguhan siswa dalam pengungkapan kembali
Kesungguhan peserta didik dsangat perberan penting dalam proses belajra, karena belajar merupakan proses mandiri pada diri siswa. Kalau saja siswa tidak memiliki kesungguhan, maka proses belajar tidak akan dapat berlangsung dalam dirinya. Misalnya jika siswa tidak memperhatikan dengan baik pada saat penerimaan maka siswa tidak memiliki apa-apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh maka siswa tidak akan memiliki keterampilan.
d. Gangguan fisik
Gangguan fisik siwa juga mempengaruhi proses belajar. Misalnya seorang anak mengalami kecelakaan dan menderita gagar otak atau gangguan saraf pada otak. Ia sulit mengingat-ingat apa yang sudah pernah ia pelajari sebelunya. Untuk mengungkapkan kembali materi-materi yang pernah ia terima, ia harus berusaha keras dan dalam tahap yang memakan waktu relatif lama. Hal ini secara otomatis akan menghambat proses belajar selanjutnya. Misalnya saja, ia sebenarnya sudah mampu menguasai angka 1-100 namun ia mengalami gangguan pengingatan maka ia harus memulainya dari awal dan juga tidak boleh memaksakan kemampuan perfikirnya secara berlebih karena justru akan merusak saraf-saraf yang lain.
e. Gangguan psikologi
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama maka siswa akan memanggil atau membangkitkan kembali pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri, namun dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Hal ini juga dapat menimbulkan rasa minder pada diri anak. Misalnya seorang anak yang sering lupa dengan apa yang sudah ia terimanya walaupun itu dalam jangka waktu yang relatif pendek, teman-teman yang lain mengejeknya dan mengatakan dai bodoh dll. Hal ituakan merusak mental anak sehingga anak merasa dirinya paling bodoh, timbul rendah diri, kurangnya rasa percaya diri dan timbul keputusasaan didalm proses belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar