Sabtu, 13 Juli 2013

KEBUDAYAAN



A.      Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di balik perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik bersama para anggota masyarakat dan apabila orang berbuat sesuai dengan itu, maka perilaku mereka dianggap dapat diterima di dalam  masyarakat. Kebudayaan dipelajari melalui sarana bahasa, bukan diwariskan secara biologis, dan unsur-unsur kebudayaan berfungsi sebagai suatu keseluruhan yang terpadu. Orang memelihara kebudayaan untuk menangani masalah dan persoalan yang mereka hadapi. Agar lestari, kebudayaan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari orang-orang yang hidup menurut peraturan-peraturannya, harus memelihara kelangsungan kehidupannya sendiri dan mengatur agar anggota-anggota masyarakat dapat hidup secara teratur. Dalam hal ini, kebudayaan harus menemukan keseimbangan antara kepentingan pribadi masing-masing orang dan kebutuhan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Akhirnya, kebudayaan harus memiliki kamampuan untuk berubah agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru atau mengubah persepsinya tentang keadaan yang ada.

B.       Konsep Kebudayaan
Definisi penting yang pertama tentang kebudayaan diberikan oleh ahli antropologi Inggris Sir Edward B. Taylor pada tahun 1871. Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai “kompleks  keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan semua kemampuan dan kebiasaan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Definisi-definisi yang baru cenderung lebih mementingkan nilai-nilai dan kepercayaan yang abstrak, yang terdapat di belakang perilaku yang dapat diamati daripada perilaku itu sendiri. Dengan kata lain, kebudayaan bukan perilaku yang kelihatan, tetapi lebih berupa nilai-nilai dan kepercayaan yang digunakan oleh manusia untuk menafsirkan pengalamannya dan menimbulkan perilaku dan yang mencerminkan perilaku itu. Maka definisi kebudayaan modern yang dapat diterima berbunyi sebagai berikut: kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan standar yang apabila dipenuhi oleh para anggota masyarakat menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para anggotanya.

C.      Karakteristik Kebudayaan
Di dalam semua kebudayaan terdapat sejumlah karakteristik tertentu yang menjadi milik bersama. Studi tentang karakteristik itu dapat memberi pengertian tentang sifat dan fungsi kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan adalah milik bersama yang berupa cita-cita, nilai, dan norma-norma perilaku. Tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat yaitu sekelompok orang yang mendiami suatu daerah tertentu, yang saling berhubungan satu sama lain dalam perjuangan hidup. Masyarakat  terikat oleh hubungan-hubungan yang ditentukan oleh struktur sosial dan organisasi sosial. Kebudayaan tidak mungkin tanpa masyarakat, meskipun mungkin ada masyarakat tanpa kebudayaan. Kebudayaan tidak semuanya serba seragam. Di dalam setiap masyarakat manusia pasti terdapat perbedaan antara peranan pria dan wanita, juga variasi berdasarkan umur, dan terdapat juga kebudayaan yang memiliki sejumlah kebudayaan khusus. Kebudayaan khusus adalah suatu kelompok yang berfungsi di dalam kerangka umum kebudayaan yang lebih besar, sambil menaati seperangkat peraturan yang sedikit berbeda dengan yang baku. Masyarakat majemuk adalah masyarakat di mana variasi kebudayaan khusus tampak dengan jelas. Karakteristiknya berupa kelompok-kelompok yang masing-masing berjalan menurut perangkat peraturannya yang berbeda-beda.
Karakteristik dasar yang kedua dari semua kebudayaan adalah bahwa kebudayaan merupakan hasil belajar. Secara individual para anggota masyarakat mempelajari norma-norma perilaku sosial yang diterima di dalam masyarakat melalui proses enkulturasi. Enkulturasi adalah proses pewarisan kebudayaan sesuatu masyarakat dari generasi yang satu kepada generasi yang berikutnya.
Karakteristik ketiga adalah bahwa kebudayaan didasarkan pada sejumlah lambang. Seni, agama, dan uang melibatkan pemakian lambang. Kebudayaan diteruskan melalui komunikasi gagasan, emosi, dan keinginan yang dieksprersikan dalam bahasa.

Akhirnya, kebudayaan adalah terpadu, sehingga semua aspek kebudayaan berfungsi sebagai kesatuan yang integral. Akan tetapi dalam kebudayaan  yang berfungsi baik tidak dituntut harmoni seratus persen di antara semua unsurnya.
Tugas seorang ahli antropologi adalah mengabstraksikan seperangkat peraturan dari apa yang diamatinya untuk menerangkan perilaku sosial orang. Agar dapat membuat paparan yang realistis tentang kebudayaan, bebas dari prasangka pribadi dan prasangka budaya, ahli antropologi harus (1) mempelajari pengertian anggota tentang bagaimana masyarakat seharusnya berjalan; (2) menentukan bagaimana seseorang berperilaku menurut pendapatnya sendiri; dan (3) memaparkan bagaimana perilau orang secara nyata.

D.      Kebudayaan dan Proses
Dalam perjalanan evolusinya, adaptasi kultural telah memberi peluang kepada manusia untuk bertahan hidup dan memencar ke berbagai lingkungan. Akan tetapi, kadang-kadang apa yang adaptif dalam situasi keadaan yang satu atau dalam jangka pendek tidak cocok dalam situsai keadaan yang lain atau  dalam jangka panjang.
Agar lestari, kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis yang pokok para anggotanya, memelihara kelangsungannya, dan memelihara tata tertib di antara para anggotanya dan di antara anggotanya dengan orang luar.
Semua kebudayaan berubah dalam perjalanan waktu, kadang-kadang sebagai akibat masuknya orang luar atau karena nilai-nilai di dalam kebudayaan telah mengalami modifikasi. Kadang-kadang akibat yang tidak terduga berupa digerogotinya seluruh struktur sosial.
Masyarakat harus menciptakan keseimbangan antara kepentingan pribadi individu dan kebutuhan kelompok. Kalau salah satu menjadi dominan, akibatnya mungkin berupa hancurnya kebudayaan.
Pertanyaan yang berulang-ulang dikemukakan oleh orang yang bukan ahli antropologi ialah kebudayaan mana yang paling baik? Etnosentrisme ialah tendensi untuk menganggap kebudayaannya sendiri lebih baik daripada kebudayaan semua orang lain. Salah satu konsep yang digunakan oleh para ahli antropologi untuk melawan etnosentrisme adalah relativisme kebudayaan, yang berarti mempelajari kebudayaan menurut sifat-sifatnya sendiri, sesuai dengan norma-normanya sendiri. Baik pendekatan etnosentris maupun relativisme kebudayaan menggunakan ukuiran-ukuran subyektif. Agar sampai pada tingkat tertentu dapat mencapai obyektivitas, ahli antropologi harus menggunakan kriteria yang berasal dari ilmu pengetahuan dan mempelajari kebudayaan berdasarkan suksesnya bertahan hidup.
Seiring dengan kemajuan kebudayaan manusia, maka mau tidak mau kita telah sampai pada era globalisasi  yang tidak memandang batas-batas ruang dan waktu lagi antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam menjalin komunikasi dan interaksi. Jiwa globalisasai itu sendiri adalah informasi yang tidak berbatas. Di dalam situasi yang seperti ini terjadilah proses lintas budaya serta silang budaya yang kemudian mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan yang lainnya. Pertemuan nilai-nilai budaya atau yang disebut kontak budaya dapat menghasilkan dua kemungkinan: (1) pertmuan tanpa menghasilkan nilai-nilai baru yang bermakna disebut dengan asimilasi, (2) pertemuan yang membuahkan nilai-nilai baru yang bermakna disebut akulturasi.
Di dalam konteks kebudayaan nasional, globalisasi bukan hal yang menakutkan namun justru membuka peluang untuk menciptakan kemajuan kebudayaan yang positif, meskipun globalisasi itu sendiri tidak bisa bebas dari hal-hal negatif. Untuk mengantisipasi itu, bangsa Indonesia memiliki tiga komponen yang disebut “Teori Trikon” yaitu: (1) Kontinuitas adalah melanjutkan kebudayaan para leluhur bangsa yang mengandung nilai-nilai positif; (2) Konvergensi adalah membuka peluang bagi budaya manca untuk berakulturasi dengan budaya Indonesia; (3) Konsentrisitas adalah hasil pertemuan budaya manca dengan budaya Indonesia hendaknya dapat menghasikan budaya (nilai-nilai) baru yang bermakna.
Pada dasarnya perubahan budaya bangsa Indonesia meliputi dua aspek sekaligus yaitu perubahan sistem pengetahuan dan perubahan budaya politik. Sistem pengetahuan di Indonesia harus lebih ditingkatkan kualitasnya. Perubahan sistem pengetahuan in menyangkut lima aspek sekaligus: (1) dari egosentrisme ke sivilitas; (2) dari pengabaian hukum ke kesadaran hukum; (3) dari fanatisme ke toleransi; (4) dari cukup diri ke saling bergantung; (5) dari sejarah alamiah ke sejarah manusiawi.


Untuk menjalankan perubahan budaya di Indonesia menjadi lebih baik tersebut diperlukan adanya dukungan pendidikan. Oleh karena dalam realitasnya kinerja pendidikan nasional masih rendah maka persoalannya sekarang bagaimana membenahi pendidikan itu sendiri untuk mengubah budaya bangsa agar kondusif terhadap pembangunan nasional.

#Makalah Kuliah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar