Sabtu, 13 Juli 2013

Sosialisasi dan Agen Sosialisasi



A.    Pengertian Sosialisasi
Manusia berbeda dari binatang. Perilaku pada binatang dikendalikan oleh instink/naluri yang merupakan bawaan sejak awal kehidupannya. Binatang tidak menentukan apa yang harus dimakannya, karena hal itu sudah diatur oleh naluri. Binatang dapat hidup dan melakukan hubungan berdasarkan nalurinya. Manusia merupakan mahluk tidak berdaya kalau hanya mengandalkan nalurinya. Naluri manusia tidak selengkap dan sekuat pada binatang. Untuk mengisi kekosongan dalam kehidupannya manusia mengembangkan kebudayaan. Manusia harus memutuskan sendiri apa yang akan dimakan dan juga kebiasaan-kebiasaan lain yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaannya. Manusia mengembangkan kebiasaan tentang apa yang dimakan, sehingga terdapat perbedaan makanan pokok di antara kelompok/masyarakat. Demikian juga dalam hal hubungan antara laki-laki dengan perempuan, kebiasaan yang berkembang dalam setiap kelompok menghasilkan bermacam-macam sistem pernikahan dan kekerabatan yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan kata lain, kebiasaan-kebiasaan pada manusia/masyarakat diperoleh melalui proses belajar, yang disebut sosialisasi. Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.
Berikut beberapa definisi mengenai sosialisasi:
1.      Peter L. Berger:
Sosialisasi adalah proses dalam mana seorang anak belajar menjadi seseorang yang berpartisipasi dalam masyarakat. Yang dipelajari dalam sosialisasi adalah peran-peran, sehingga teori sosialisasi adalah teori mengenai peran (role theory).
2.      Robert M.Z. Lawang:
Sosialisasi adalah proses mempelajari nilai, norma, peran dan persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan seseorang dapat berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial.
3.      Horton dan Hunt:
Suatu proses yang terjadi ketika seorang individu menghayati nilai-nilai dan norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga terbentuklah kepribadiannya. Dalam proses sosialisasi terjadi paling tidak tiga proses, yaitu: (1) belajar nilai dan norma (sosialisasi), (2) menjadikan nilai dan norma yang dipelajari tersebut sebagai milik diri (internalisasi), dan (3) membiasakan tindakan dan perilaku sesuai dengan nilai dan norma yang telah menjadi miliknya (enkulturasi).

B.     Fungsi Sosialisasi
1.    Bagi individu: agar dapat hidup secara wajar dalam kelompo/masyarakatnya, sehingga tidak aneh dan diterima oleh warga masyarakat lain serta dapat berpartisipasi aktif sebagai anggota masyarakat
2.    Bagi masyarakat: menciptakan keteraturan sosial melalui pemungsian sosialisasi sebagai sarana pewarisan nilai dan norma serta pengendalian sosial.


C.    Macam-macam Sosialisasi
1.      Berdasarkan berlangsungnya: sosialisasi yang disengaja/disadari dan tidak disengaja/tidak disadari. Sosialisasi yang disengaja/disadari:
Sosialisasi yang dilakukan secara sadar/disengaja: pendidikan, pengajaran, indoktrinasi, dakwah, pemberian petunjuk, nasehat, dll. Sosialisasi yang tidak disadari/tidak disengaja: perilaku/sikap sehari-hari yang dilihat/dicontoh oleh pihak lain, misalnya perilaku sikap seorang ayah ditiru oleh anak laki-lakinya, sikap seorang ibu ditiru oleh anak perempuannya, dst.
2.      Menurut status pihak yang terlibat: sosialisasi equaliter dan otoriter.
Sosialisasi equaliter berlangsung di antara orang-orang yang kedudukan atau statusnya relatif sama, misalnya di antara teman, sesama murid, dan lain-lain, sedangkan
Sosialisasi otoriter berlangsung di antara pihak-pihak yang status/kedudukannya berbeda misalnya berlangsung antara orangtua dengan anak, antara guru dengan murid, antara pimpinandengan pengikut, dan lain-lain.



3.    Menurut tahapnya: sosialisasi primer dan sekunder.
Sosialisasi primer dialami individu pada masa kanak-kanak, terjadi dalam lingkungan keluarga, individu tidak mempunyai hak untuk memilih agen sosialisasinya, individu tidak dapat menghindar untuk menerima dan menginternalisasi cara pandang keluarga
Sosialisasi sekunder berkaitan dengan ketika individu mampu untuk berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya.
4.    Berdasarkan caranya: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.
Apabila mengacu pada cara-cara yang dipakai dalam sosialisasi , terdapat dua pola, yaitu represif, dan partisipatoris.
Sosialisasi Represif menekankan pada:
1)   penggunaan hukuman,
2)   memakai materi dalam hukuman dan imbalan,
3)   kepatuhan anak pada orang tua,
4)   komunikasi satu arah (perintah),
5)   bersifat nonverbal,
6)   orang tua sebagai pusat sosialisasi sehingga keinginan orang tua menjadi penting, dan keluarga menjadi significant others.
Sedangkan sosialisasi partisipatoris menekankan pada
1)   individu diberi imbalan jika berkelakuan baik,
2)   hukuman dan imbalan bersifat simbolik,
3)   anak diberi kebebasan,
4)   penekanan pada interaksi,
5)   komunikasi terjadi secara lisan/verbal,
6)   anak pusat sosialisasi sehingga keperluan anak dianggap penting, dan
7)   keluarga menjadi generalized others.

D.    Tahap-tahap Sosialisasi

George Herbert Mead menjelaskan bahwa diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksinya dengan anggota masyarakat yang lain, mulai dari play stage, gamestage, dan generalized other.


Tahap 1: Preparatory
·       Dalam tahap ini individu meniru perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya, tetapi belum mampu memberi makna apapun pada tindakan yang ditiru.
·       Merupakan peniruan murni.
Tahap 2: Play Stage
Play Stage, atau tahap permainan, anak mulai memberi makna terhadap perilaku yang ditiru.Mulai mengenal bahasa. Mulai mendefinisikan siapa dirinya (identifikasi diri) sebagaimana definisi yang diberikan oleh significant other.
Significant other merupakan orang yang secara nyata penting bagi seseorang dalam proses sosialisasi. Bagi anak-anak dalam tahap play stage, orangtua merupakan significant other.Bahkan, anak-anak tidak dapat memilih siapa significant other-nya! Ketika ada yang menyapa: “Hi, Agus”, maka anak mengerti: “Oh – aku Agus”. “Hi, Pintar”. “Oh, aku pintar”. “Bodoh banget kamu”. “Oh, aku bodoh banget”, dan setertusnya. Definisi diri pada tahap ini sebagaimana yang diberikan oleh significant other.
Tahap 3 Game Stage
·       Tahap ini berbeda dari tahap permainan, karena tindakan meniru digantikan dengan tindakan yang disadari.
·       Tidak hanya mengetahui peran yang dijalankannya, tetapi juga peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
·       Bisakah Anda membedakan antara “bermain bola” dengan “pertandingan sepakbola”?
Bermain bola dapat dilakukan oleh anak-anak pada yang telah mengalami sosialisasi tahap play stage, tetapi bertanding sepakbola baru dapat dilakukan oleh anak-anak yang telah mengalami sosialisasi pada tahap game stage. Mengapa demikian? Karena dalam pertandingan sepakbola ada prosedur dan tatacara yang harus ditaati. Anak-anak akan memahami tentang prosedur dan tatacara apabila telah mengalami sosialisasi pada tahap game stage.
Tahap 4: Generalized Other
Pada tahap ini individu telah mampu mengambil peran yang dijalankan oleh orang-orang dalam masyarakatnya, ia telah mampu berinteraksi dan memainkan perannya dengan berbagai macam orang dengan status, peran dan harapan yang berbeda-beda dalam masyarakatnya.

#Makalah Kuliah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar