A.
Pengertian Sosialisasi
Manusia berbeda dari binatang. Perilaku
pada binatang dikendalikan oleh instink/naluri yang merupakan bawaan sejak awal
kehidupannya. Binatang tidak menentukan apa yang harus dimakannya, karena hal
itu sudah diatur oleh naluri. Binatang dapat hidup dan melakukan hubungan
berdasarkan nalurinya. Manusia merupakan mahluk tidak berdaya kalau hanya
mengandalkan nalurinya. Naluri manusia tidak selengkap dan sekuat pada
binatang. Untuk mengisi kekosongan dalam kehidupannya manusia mengembangkan
kebudayaan. Manusia harus memutuskan sendiri apa yang akan dimakan dan juga
kebiasaan-kebiasaan lain yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaannya.
Manusia mengembangkan kebiasaan tentang apa yang dimakan, sehingga terdapat
perbedaan makanan pokok di antara kelompok/masyarakat. Demikian juga dalam hal
hubungan antara laki-laki dengan perempuan, kebiasaan yang berkembang dalam
setiap kelompok menghasilkan bermacam-macam sistem pernikahan dan kekerabatan
yang berbeda satu dengan lainnya. Dengan kata lain, kebiasaan-kebiasaan pada
manusia/masyarakat diperoleh melalui proses belajar, yang disebut sosialisasi.
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses
di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara
berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal
yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif.
Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.
Berikut
beberapa definisi mengenai sosialisasi:
1.
Peter L. Berger:
Sosialisasi adalah proses dalam mana seorang anak belajar menjadi
seseorang yang berpartisipasi dalam masyarakat. Yang dipelajari dalam
sosialisasi adalah peran-peran, sehingga teori sosialisasi adalah teori
mengenai peran (role theory).
2.
Robert M.Z. Lawang:
Sosialisasi adalah proses mempelajari nilai, norma, peran dan
persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan seseorang dapat
berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial.
3.
Horton dan Hunt:
Suatu proses yang terjadi ketika seorang individu menghayati
nilai-nilai dan norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga terbentuklah
kepribadiannya. Dalam proses sosialisasi terjadi paling tidak tiga proses,
yaitu: (1) belajar nilai dan norma (sosialisasi), (2) menjadikan nilai dan
norma yang dipelajari tersebut sebagai milik diri (internalisasi), dan (3)
membiasakan tindakan dan perilaku sesuai dengan nilai dan norma yang telah
menjadi miliknya (enkulturasi).
B.
Fungsi Sosialisasi
1.
Bagi individu: agar dapat hidup
secara wajar dalam kelompo/masyarakatnya, sehingga tidak aneh dan diterima oleh
warga masyarakat lain serta dapat berpartisipasi aktif sebagai anggota
masyarakat
2.
Bagi masyarakat: menciptakan
keteraturan sosial melalui pemungsian sosialisasi sebagai sarana pewarisan
nilai dan norma serta pengendalian sosial.
C.
Macam-macam Sosialisasi
1.
Berdasarkan
berlangsungnya: sosialisasi yang disengaja/disadari dan tidak disengaja/tidak
disadari. Sosialisasi yang disengaja/disadari:
Sosialisasi yang dilakukan secara sadar/disengaja: pendidikan,
pengajaran, indoktrinasi, dakwah, pemberian petunjuk, nasehat, dll.
Sosialisasi yang tidak disadari/tidak disengaja: perilaku/sikap sehari-hari
yang dilihat/dicontoh oleh pihak lain, misalnya perilaku sikap seorang
ayah ditiru oleh anak laki-lakinya, sikap seorang ibu ditiru oleh anak
perempuannya, dst.
2.
Menurut status pihak
yang terlibat: sosialisasi equaliter dan otoriter.
Sosialisasi equaliter berlangsung di
antara orang-orang yang kedudukan atau statusnya relatif sama,
misalnya di antara teman, sesama murid, dan lain-lain, sedangkan
Sosialisasi otoriter berlangsung di antara pihak-pihak yang status/kedudukannya berbeda
misalnya berlangsung antara orangtua dengan anak, antara guru dengan murid,
antara pimpinandengan pengikut, dan lain-lain.
3.
Menurut tahapnya:
sosialisasi primer dan sekunder.
Sosialisasi primer dialami individu pada
masa kanak-kanak, terjadi dalam lingkungan keluarga, individu
tidak mempunyai hak untuk memilih agen sosialisasinya, individu tidak
dapat menghindar untuk menerima dan menginternalisasi cara pandang keluarga
Sosialisasi sekunder berkaitan dengan
ketika individu mampu untuk berinteraksi dengan orang lain
selain keluarganya.
4.
Berdasarkan caranya:
sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.
Apabila mengacu pada cara-cara yang dipakai dalam sosialisasi ,
terdapat dua pola, yaitu represif, dan partisipatoris.
Sosialisasi Represif menekankan pada:
1)
penggunaan hukuman,
2)
memakai materi dalam hukuman
dan imbalan,
3)
kepatuhan anak pada orang tua,
4)
komunikasi satu arah
(perintah),
5)
bersifat nonverbal,
6)
orang tua sebagai pusat
sosialisasi sehingga keinginan orang tua menjadi penting, dan keluarga
menjadi significant others.
Sedangkan
sosialisasi partisipatoris menekankan pada
1)
individu diberi imbalan jika
berkelakuan baik,
2)
hukuman dan imbalan bersifat
simbolik,
3)
anak diberi kebebasan,
4)
penekanan pada interaksi,
5)
komunikasi terjadi secara
lisan/verbal,
6)
anak pusat sosialisasi sehingga
keperluan anak dianggap penting, dan
7)
keluarga menjadi generalized
others.
D. Tahap-tahap Sosialisasi
George Herbert Mead menjelaskan bahwa
diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksinya
dengan anggota masyarakat yang lain, mulai dari play stage, gamestage, dan
generalized other.
Tahap
1: Preparatory
·
Dalam tahap ini individu meniru
perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya, tetapi belum mampu memberi makna
apapun pada tindakan yang ditiru.
·
Merupakan peniruan murni.
Tahap
2: Play Stage
Play Stage, atau tahap permainan, anak
mulai memberi makna terhadap perilaku yang ditiru.Mulai mengenal bahasa. Mulai
mendefinisikan siapa dirinya (identifikasi diri) sebagaimana definisi yang
diberikan oleh significant other.
Significant
other merupakan orang yang secara nyata penting
bagi seseorang dalam proses sosialisasi. Bagi anak-anak dalam tahap play
stage, orangtua merupakan significant other.Bahkan, anak-anak tidak
dapat memilih siapa significant other-nya! Ketika ada yang menyapa:
“Hi, Agus”, maka anak mengerti: “Oh – aku Agus”. “Hi, Pintar”. “Oh, aku
pintar”. “Bodoh banget kamu”. “Oh, aku bodoh banget”, dan setertusnya. Definisi diri pada
tahap ini sebagaimana yang diberikan oleh significant other.
Tahap
3 Game Stage
·
Tahap ini berbeda dari tahap
permainan, karena tindakan meniru digantikan dengan tindakan yang disadari.
·
Tidak hanya mengetahui peran
yang dijalankannya, tetapi juga peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
·
Bisakah Anda membedakan antara
“bermain bola” dengan “pertandingan sepakbola”?
Bermain bola dapat dilakukan oleh anak-anak pada yang telah
mengalami sosialisasi tahap play stage, tetapi bertanding sepakbola baru dapat
dilakukan oleh anak-anak yang telah mengalami sosialisasi pada tahap game
stage. Mengapa demikian? Karena dalam pertandingan sepakbola
ada prosedur dan tatacara yang harus ditaati. Anak-anak akan memahami tentang
prosedur dan tatacara apabila telah mengalami sosialisasi pada tahap game stage.
Tahap
4: Generalized Other
Pada tahap ini individu telah mampu mengambil peran yang dijalankan
oleh orang-orang dalam masyarakatnya, ia telah mampu berinteraksi dan memainkan
perannya dengan berbagai macam orang dengan status, peran dan harapan yang
berbeda-beda dalam masyarakatnya.
#Makalah
Kuliah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar