Diterjemahkan oleh :
no name; mahasiswa BK '10 A FKIP UNS
Salah
satu sumber tertua dan menghasilkan kesepakatan pada pertanyaan apakah
konseling perkembangan itu untuk mendiagnosa atau tidak untuk mendiagnosa.
Bagian dari perselisihan mungkin berasal dari kenyataan bahwa, sebagai suatu
istilah, kata "diagnosa" diambil dari kedokteran dan memiliki
konotasi kuat medis.
Diagnosa dalam pengobatan dan diagnosa dalam konseling tidak sama,
meskipun proses dasarnya serupa. Untuk dokter, proses diagnosa ditujukan untuk
menemukan penyakit tertentu kemudian dokter dapat meresepkan terapi atau
pengobatan khusus yang berbeda. Diagnosa dalam pengertian ini menyangkut ilmu
tentang gejala, penggunaan tes laboratorium untuk mengidentifikasi penyakit, dan sebagainya. Diagnosa harus dilakukan
sebelum proses pengobatan.
Bahkan
dalam pengaturan medis, upaya untuk menerapkan jenis proses diagnosa untuk
masalah-masalah perilaku manusia yang disebut "penyakit mental" belum
berhasil. Sifat nyata pada penyakit fungsional belum terbukti sama dalam tipe
patologi yang basa organik yang positif dapat dibentuk.
Bukti
mengenai rendahnya keandalan diagnosa psikiater mandiri bahkan dalam hal
masalah psikis mendasar seperti neurosis, psikosis, kecemasan, depresi dll
disarankan Eysenck bahwa gagasan seluruh entitas penyakit di bidang kelainan
mental yang fungsional perlu dibuang. Menninger juga memiliki metode
tradisional usulan tentang diagnosis berdasarkan ilusi entitas penyakit
digantikan oleh apa yang disebutnya "kesatuan" sistem diagnosis.
Untuk
konselor, masalah penyakit yang sesungguhnya tidak sama dengan permasalahan
dalam hal psikologi. Sejumlah usaha telah dibuat dalam konseling untuk
membangun sistem mendiagnosa masalah dari umum ke khusus. Sistem seperti ini
belum banyak terbukti kegunaannya untuk praktik konseling, untuk alasan dasar
yang sama bahwa konsep mendiagnosa penyakit yang sesungguhnya belum membantu
psikiater. Sayangnya, klien tidak mau bekerjasama untuk masuk ke dalam
pemecahan masalah yang disediakan oleh psikiater. Perilaku manusia sering
terlalu kompleks dan efek interaksi antara faktor penentu berbagai perilaku
terlalu rumit untuk satu set konstruksi diagnosa sederhana terikat pada
faktor-faktor kausal yang memadai.
Untuk konselor, proses diagnosa ditujukan kepada orang-orang yang
mengalami hambatan-hambatan dalam proses perkembangannya. Konselor sebaiknya
melakukan diagnosa terlebih dahulu kepada kliennya sebelum melakukan proses
konseling.
TINGKAT EFEKTIVITAS
Untuk konselor perkembangan, dapat mengembangkan
satu jenis diagnosa yang mungkin berguna. Hal ini didasarkan pada dimensi
vertikal dan berfungsi tidak terikat pada setiap himpunan yang diduga penyebab
utama. Konsep ini adalah tingkat efektivitas manusia di mana seorang individu
berfungsi pada waktu tertentu.
Menninger menunjukkan, pada dasarnya tingkat
efektivitas ini adalah sebuah konsep kesatuan diagnosa. Dimensi efektivitas
manusia sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat kontrol individu tersebut.
Tingkat kontrol yang rendah dapat menyebabkan seseorang bunuh diri. Lima
tingkat efektivitas manusia dijelaskan di bawah ini,
1.
Panik
Tingkat ini ditandai dengan hilangnya aktual kontrol atas respon afektif dan/atau hilangnya kontrol atas lingkungan dalam jangka pendek. Individu biasanya cenderung berusaha untuk melindungi dirinya dan orang lain. Individu mungkin memiliki perasaan di luar kendali, seperti rasa belas kasihan, saling bermusuhan, dan emosi yang tidak terkontrol/terkendali. Dia mungkin melakukan upaya bunuh diri atau mungkin menjadi agresif atau kasar dan menunjukkan perilaku ekstrim.
Tingkat ini ditandai dengan hilangnya aktual kontrol atas respon afektif dan/atau hilangnya kontrol atas lingkungan dalam jangka pendek. Individu biasanya cenderung berusaha untuk melindungi dirinya dan orang lain. Individu mungkin memiliki perasaan di luar kendali, seperti rasa belas kasihan, saling bermusuhan, dan emosi yang tidak terkontrol/terkendali. Dia mungkin melakukan upaya bunuh diri atau mungkin menjadi agresif atau kasar dan menunjukkan perilaku ekstrim.
2.
Kelambanan
Pada tingkat ini, ada beberapa kontrol jangka pendek dalam aspek lingkungan. Ada sedikit kontrol terhadap aspek-aspek jangka panjang dalam kehidupan sosial. Sementara individu tidak dibiasakan bersosialisasi, dia tidak mungkin mandiri secara ekonomi atau sosial. Individu cenderung untuk bertidak sesuai tuntutan lingkungan dengan cara-caranya yang bertujuan untuk menghindari hukuman langsung atau kegagalan, atau untuk mengendalikan perilaku dalam menjalankan tujuan rencana yang terorganisir. Dia memiliki tanggung jawab atas perilakunya dan konsekuensinya. Ia cenderung untuk bertanggung jawab atas kesulitan-kesulitannya kepada orang lain. Dia sering merasa mengasihani nasib dirinya sendiri dan cenderung menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakpercayaan terhadap lingkungan sekitar.
Pada tingkat ini, ada beberapa kontrol jangka pendek dalam aspek lingkungan. Ada sedikit kontrol terhadap aspek-aspek jangka panjang dalam kehidupan sosial. Sementara individu tidak dibiasakan bersosialisasi, dia tidak mungkin mandiri secara ekonomi atau sosial. Individu cenderung untuk bertidak sesuai tuntutan lingkungan dengan cara-caranya yang bertujuan untuk menghindari hukuman langsung atau kegagalan, atau untuk mengendalikan perilaku dalam menjalankan tujuan rencana yang terorganisir. Dia memiliki tanggung jawab atas perilakunya dan konsekuensinya. Ia cenderung untuk bertanggung jawab atas kesulitan-kesulitannya kepada orang lain. Dia sering merasa mengasihani nasib dirinya sendiri dan cenderung menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakpercayaan terhadap lingkungan sekitar.
3.
Berjuang
Di tingkat ini, individu memiliki beberapa tingkat kontrol jangka panjang dan aspek lebih luas dari lingkungan dan secara aktif mencari nilai lebih. Ia memiliki kemauan yang berlebihan, diantara harapan, keyakinan, perasaan pengunduran diri, dan putus asa. Perilakunya penuh rencana dan berorientasi pada tujuan sampai tingkat yang terbatas, tetapi kehidupan individu cenderung terdiri dari serangkaian krisis dan keadaan darurat yang dapat dicegah jika perencanaan dan organisasi lebih efektif.
Di tingkat ini, individu memiliki beberapa tingkat kontrol jangka panjang dan aspek lebih luas dari lingkungan dan secara aktif mencari nilai lebih. Ia memiliki kemauan yang berlebihan, diantara harapan, keyakinan, perasaan pengunduran diri, dan putus asa. Perilakunya penuh rencana dan berorientasi pada tujuan sampai tingkat yang terbatas, tetapi kehidupan individu cenderung terdiri dari serangkaian krisis dan keadaan darurat yang dapat dicegah jika perencanaan dan organisasi lebih efektif.
4.
Mengatasi
Pada tingkat ini, ada kontrol dari segmen besar jangka panjang lingkungan dan atas komponen utama dari perilaku termasuk respon emosional. Perilakunya penuh rencana dan sangat besar berorientasi pada tujuan. Individu bereaksi untuk hidup sebagai tantangan bukan dengan sikap mengalah. Kecemasan yang cukup besar mungkin ada dan datang dari ego yang melibatkan peristiwa dari luar. Namun, kecemasan ini tidak menyurutkan perilaku yang penuh risiko.
Pada tingkat ini, ada kontrol dari segmen besar jangka panjang lingkungan dan atas komponen utama dari perilaku termasuk respon emosional. Perilakunya penuh rencana dan sangat besar berorientasi pada tujuan. Individu bereaksi untuk hidup sebagai tantangan bukan dengan sikap mengalah. Kecemasan yang cukup besar mungkin ada dan datang dari ego yang melibatkan peristiwa dari luar. Namun, kecemasan ini tidak menyurutkan perilaku yang penuh risiko.
5.
Penguasaan
Tingkat ini merupakan tingkat tertinggi
efektivitas manusia. Individu memiliki kontrol yang besar dan peduli terhadap
lingkungan. Ia memiliki perasaan
berkecukupan, penguasaan, dan nyaman di sebagian besar peran-perannya. Ia
menemukan kehidupan yang penuh semangat dan makna. ia merasa terlibat dan
berkomitmen terhadap nilai-nilai dan proyek-proyek yang melampaui eksistensi
sendiri.
Lima konstruksi yang tercantum di atas akan
berguna untuk konselor perkembangan karena beberapa alasan. Hal tersebut menawarkan beberapa petunjuk yang
digunakan untuk menetapkan tujuan yang sesuai untuk perkembangan penciptaan
kontrak dengan klien. Klien yang masih berada pada tahap kelambanan mungkin
tidak segera menunjukkan perkembangan dalam menemukan nilai-nilai yang lebih
besar dalam hidup. Jenis kontrak yang layak disepakati bersama dan klien diberi
motivasi.
Sifat perilaku konselor yang tepat, juga dapat
tergantung pada klien. Tingkat tanggung
jawab klien yang terstruktur, tingkat respon konselor untuk faktor emosional
dibandingkan intelektual yang berguna, dan tingkat ambiguitas yang tepat
bergantung pada klien.
Misalnya, mungkin cukup tepat untuk memulai
kontak dengan klien ditingkat kelambanan dengan memintanya untuk bebas bercerita,
atau dengan memberinya informasi. Pendekatan tersebut sesuai untuk klien
ditingkat kelambanan agar bergerak dari tingkat mengatasi ke tingkat
penguasaan.
Konstruksi yang digunakan dalam sistem ini
benar-benar terikat dengan cara di mana klien merasakan dunianya dan
berhubungan sendiri untuk dunianya itu. Jika perilaku konselor tidak didasarkan
pada beberapa pemahaman ini, ia akan sulit untuk membantu.
Dalam konseling, seluruh konsep diagnosa
adalah pesanan khusus. Dalam konseling, diagnosa mengacu pada proses melalui
mana konselor datang untuk memahami klien, dunia klien, dan interaksi dengan
dunia klien. Pertanyaan "untuk mendiagnosa atau tidak untuk
mendiagnosa" tidak akan ada jika konselor menyatakan bahwa upayanya serius
untuk memahami kliennya. Sejauh mana konselor akan menggunakan proses untuk
mengembangkan diagnosa klien untuk menetapkan kategori untuk perawatan yang
berbeda yang dianggap tepat akan tergantung pada orientasi teoritis tertentu
dari konselor.
Penelitian tentang sifat dari proses diagnosa
dalam konseling oleh Koester, McArthur, Parker, dan lainnya menunjukkan bahwa
diagnosa akan efektif jika terus-menerus, dicoba,
dan diuji. Dalam konseling, diagnosa bukanlah tahap yang berbeda dari prosedur
konseling. Itu adalah proses yang berkesinambungan yang menembus seluruh proses
konseling. Proses diagnosa yang sedang berlangsung berkaitan dengan revisi dan
modifikasi terus menerus. Pepinskys menyatakan bahwa diagnosa terdiri dari
mengembangkan sebuah anggapan dasar "klien".
Model klien ini dibangun dari pengamatan bahwa konselor membuat perilaku
"nyata" klien.
Karena ini pengamatan diatur dan dikembangkan
dari kesimpulan yang ditarik dari mereka, sehingga anggapan dasar klien muncul.
Inilah anggapan dasar klien yang melengkapi dasar sebenarnya untuk tanggapan
konselor. Konselor selalu merespon klien "nyata" seolah-olah klien
seperti model hipotetis yang hanya ada dalam pikiran konselor.
Konselor harus selalu menyadari bahwa model
hipotetis hanya itu dan karena itu bersifat sementara. Sebagai contoh perilaku
baru yang diamati dan kesimpulan yang baru dirumuskan, model hipotetis tumbuh
dan berubah. Idealnya, menjadi lebih kaya dan lebih beragam dalam
karakteristik. Sebagai contoh perilaku baru muncul yang menggeser simpulan
sebelumnya. Jika model ini pernah tidak berhasil, model ini dapat menjadi
sangat berbeda dari klien dan keturunannya.
Metode konselor berusaha untuk menjaga kesesuaian
antara model hipotetis dan klien nyatanya adalah salah satu pengujian
hipotesis. Kesimpulan yang diambil dari pengamatan harus dibingkai sebagai
hipotesis dapat diuji dan diverifikasi melalui pengamatan berikutnya sebelum
klien diizinkan untuk menjadi bagian dari model hipotetis. Agar dapat diuji, hipotesis harus dibingkai dalam hal
proses yang ketat. Dengan kata lain, hipotesis harus mampu dari konversi
menjadi prediksi yang dapat diverifikasi atau ditolak. Prediksi ini dapat
diverifikasi melalui perilaku wawancara berikutnya atau melalui pengamatan
seperti hasil tes dan pengamatan orang lain.
Salah satu bahaya terbesar dalam proses
diagnosa adalah bahwa hipotesis tidak dirumuskan secara cukup ketat sehingga
bukti negatif dapat dikenali. Sering dalam pengujian hipotesis pada saat
wawancara, konselor tidak sadar memilih bukti-bukti yang mendukung hipotesis
sebelum terbentuk atau memanipulasi situasi, sehingga ada kesempatan untuk
"umpan balik". Sangat mudah menguji hipotesis yaitu harus dikonversi
menjadi bentuk "ramalan pribadi". Misalnya, konselor yang yakin bahwa
klien yang memiliki masalah seksual dapat dimanipulasi saat wawancara.
PERKEMBANGAN DIAGNOSA
Jika konsep-konsep dasar terkait dengan
perkembangan manusia yang memiliki nilai nyata dalam konseling, konselor harus
berguna dalam menetapkan tujuan yang sesuai dengan pendekatan untuk klien
tertentu. Seperti telah kita lihat, banyak label yang berasal dari psikologi
abnormal tidak memiliki banyak kegunaan di daerah konseling. Psikologi
perkembangan sebagai disiplin ilmu yang tumbuh dari kesadaran bahwa anak-anak
bukan miniatur orang dewasa atau embrio pasif yang menunggu untuk menjadi
orang, tetapi tumbuh, aktif, calon manusia dengan kebutuhan khusus, dan
memiliki berbagai masalah yang mengubah seluruh kehidupan.
Dalam bab 4 kita telah menelusuri pendekatan
kronologis perkembangan berdasarkan pada delapan tahap Erikson, dan dalam Bab
5, kita melihat sebuah sistem hirarki yang dikembangkan oleh Maslow untuk mengikuti
pertumbuhan manusia yang penuh aktualisasi diri. Seperti yang kita memanfaatkan
konstruksi perkembangan seperti ini, kita dapat mengidentifikasi tiga set dasar
variabel yang dapat dipekerjakanuntuk pemahaman
atau "mendiagnosis" klien.
1.
FAKTOR TAHAP KEHIDUPAN
Faktor tahap kehidupan adalah mereka yang
sebagian besar terkait erat dengan usia kronologis. Dalam banyak interaksi dari
setiap manusia dengan unsur-unsur penting dalam lingkungannya (keluarga,
sekolah, kerja, santai, dll) dipengaruhi oleh usia. Kegunaan dari konsep tahap
kehidupan terletak pada kemampuannya untuk fokus pada interaksi antara
kapasitas kematangan individu atau keterbatasan dan harapan sosial atau budaya
yang didirikan baginya.
Implikasi untuk konseling yang tumbuh dari
pemahaman faktor tahap kehidupan mungkin dapat dikomunikasikan menjadi baik
melalui contoh. Dua anak, satu di SD satu di SMA, konselor menyebut mereka
sebagai klien yang memiliki "masalah yang sama". Dalam kedua kasus
laporan guru merujuk bahwa anak laki-laki mengganggu di kelas dengan berbicara,
tertawa, dan lainnya disebut "perilaku yang mengganggu". Dari sudut
pandang anak muda, masalahnya berasal dari cara guru bereaksi terhadap
perilakunya. Kedua anak laki-laki telah menerima ketidaksetujuan lisan yang
kuat, nilai rendah, dan pengurangan hak istimewa sebagai hasil dari situasi.
Dalam kedua kasus konselor meninjau catatan
kumulatif, menghubungi orangtua, dan memeriksa sejarah perkembangan siswa.
Johnny, delapan tahun siswa kelas tiga. Orang tuanya melaporkan bahwa
perilakunya di rumah tampak normal. Ayahnya berpikir johnny adalah "anak
semua" (“all boy”) dan ibunya berharap kamarnya akan tetap rapi. Mereka
berharap anaknya untuk melanjutkan kuliah dan khawatir tentang hal ini
"masalah di sekolah". Pemeriksaan catatan medis dan pengamatan guru
menunjukkan bahwa perkembangan fisiologis normal.
Hasil dari sejarah kasus Paul, tujuh belas
tahun siswa SMP tampaknya sangat mirip. Perkembangan fisiologis muncul normal.
Prestasi sekolah sebelumnya memuaskan. Orang tua melaporkan bahwa ia populer
diantara teman sebaya, terlibat dalam rekreasi sehat dan kegiatan sekolah.
Orang tua jarang melihat dia saat mereka ingin bertemu dan sesekali memiliki
masalah dalam komunikasi dengannya, tetapi melihat ini sebagai bagian
pertumbuhan yang normal. Mereka juga berharap anak mereka untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi dan prihatin tentang masalah ini.
Di sini kita harus menyajikan masalah yang
tampaknya sama, dan kondisi sosial dan keluarga sama. Konselor perkembangan,
tidak melanjutkan dengan cara yang sama dengan dua klien pada tahap kehidupan
yang sangat berbeda? Tujuannya baik atau pendekatan yang sama.
Jika kita melihat grafik dalam Bab 4, halaman
84-85, kita menemukan beberapa jawaban. Dimasa kanak-kanak pada usia delapan
tahun, tahap di mana tugas perkembangan utama adalah inisiatif dan industri
yaitu belajar menunda kepuasan, mengendalikan reaksi emosi, dan mengembangkan
kebiasaan kerja yang positif dan sikap. Perilaku mengatasi termasuk peran seks
yang sesuai dan berorientasi pada prestasi perilaku.
Konselor mengingat tugas-tugas perkembangan
dan tahap perilaku untuk mengatasi, karya pertama dengan guru, berbagi
pemahamannya tentang perkembangan manusia. Ia menunjukkan bahwa situasi ini salah
satu yang penting, dan baik mengabaikan atau bereaksi mungkin memiliki konsekuensi
serius bagi perkembangan masa depan Johnny. Masalah perkembangan utama pada
tahap ini adalah pengembangan dari perasaan malu atau rendah diri. Penggunaan cemoohan atau penghinaan prestasi
mungkin memiliki konsekuensi yang sangat negatif bagi pertumbuhan masa depan
Johnny.
Konselor berkonsultasi dengan guru Johnny
untuk membangun sebuah rencana dimana prestasi atau perilaku berorientasi kerja
dapat dihargai. Dalam wawancara dengan Johnny dan
gurunya, satu set penghargaan diterima dan sejumlah situasi tertentu di mana
perilaku yang mengganggu dicatat. Guru belajar untuk mengidentifikasi situasi
ini, mengenali peluang untuk perilaku konstruktif, dan penghargaan perilaku
yang tepat. Johnny juga menjadi sadar dan belajar untuk mendapatkan pengakuan,
perhatian, dan persetujuan dengan konselor. Di mana klien (harus diperlakukan
sebagai mitra yang dapat memahami dan berpartisipasi dalam proses yang dirancang
untuk membantunya tumbuh.
Pendekatan serupa yang paling tepat untuk Paul,
tujuh belas tahun, ketika kita melihat tabel perkembangan (halaman 84), kemudian
kita menemukan bahwa tugas-tugas perkembangan penting melibatkan peran dari
teman yang didominasi hubungan dengan
melibatkan tanggung jawab individu, autonomi, dan produktivitas. Kunci Mengatasi
perilaku yang timbal balik dan kooperatif adalah di alam.
Pendekatan yang serupa ketika kita melihat
tabel perkembangan remaja kemudian kita menemukan bahwa tugas-tugas
perkembangan didominasi hubungan yang melibatkan tanggung jawab individu,
autonomi, dan produktivitas.
Dalam situasi ini konselor melihat sifat dasar
dari hubungan interpersonal Paul sebagai titik fokus. Konselor mulai bekerja
secara langsung dengan klien dan mencoba untuk membangun hubungan yang hangat,
empatik, dan percaya. Hubungan ini berkembang menjadi jelas bahwa Paul sering
bingung antara kebutuhan persetujuan dari rekan-rekan untuk kembali, kadang-kadang
melalui perilaku bahwa ia mengakui sebagai belum matang dan tidak tepat, dan
kebutuhan untuk merasa independen, produktif, dan kompeten.
Selama hubungan mereka berlangsung, Paul dan
konselor menyepakati kontrak perkembangan dengan tujuan berfokus pada
pencapaian gaya matang dan terintegrasi pada perilaku antar pribadi yang dapat
dimanfaatkan dalam hubungan dengan kedua orang tua dan remaja lainnya.
Kita lihat kemudian, dua kasus serupa tapi
mewakili situasi tahap kehidupan yang berbeda dapat ditangani cukup berbeda
oleh konselor perkembangan.
2. FAKTOR RUANG KEHIDUPAN
Faktor ruang kehidupan terkait erat dengan
kronologis dan peran sosial terkait. Set kedua
faktor juga harus dimasukkan dalam "perkembangan diagnosis" disebut
faktor ruang kehidupan. Ruang fisik dan psikologis setiap manusia
mendefinisikan realitas dunianya. Ini merupakan ruang kehidupan dalam arti
struktur peluang perjuangan untuk tumbuh harus terjadi. Konselor perkembangan
tidak mampu untuk mengabaikan perbedaan ruang kehidupan yang luar biasa
diwakili dalam lingkungan klien yang berbeda.
Ada sejumlah cara dimana lingkungan individu
dapat membatasi ruang kehidupan perkembangannya, misalnya anak gadis yang memiliki kesulitan
berhubungan dengan guru laki-laki mungkin berasal dari rumah dimana tidak ada
ayah. Gadis yang berasal dari sebuah desa yang relatif terisolasi untuk tinggal
di kota besar tampaknya menjadi pemalu dan takut. Gadis kampus dari pinggiran
kota kelas menengah yang makmur tampaknya naif dan overprotektif untuk
penasihat mahasiswa baru dan ia bertanya-tanya bagaimana dia akan menanggapi
lingkungan lebih heterogen dari sebuah universitas perkotaan.
Untuk masing-masing contoh di atas seperangkat
hipotesis dapat dibentuk tentang faktor ruang kehidupan dan bagaimana mereka
akan bertindak pada pertumbuhan masa depan. Hipotesis tersebut disempurnakan
dan dikembangkan dengan cara hati-hati mendengarkan dan mengamatinya, tujuan
dan pendekatan tersebut dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan untuk masa
depan klien. Seringkali tujuan dan pendekatan tersebut melibatkan
diskontinuitas yang menjembatani antara
keterbatasan yang dikenakan oleh faktor ruang kehidupan masa lampau dan
kesempatan yang tersedia dalam lingkungan belajar ini.
Jika kita memeriksa sejarah dan situasi ini,
misalnya anak dari subkultur tertindas, kita sering menemukan bahwa mereka
memiliki pengalaman pahit saat berada dilingkungan yang dikendalikan oleh
budaya kelas menengah yang dominan. Misalnya, mereka harus menggunakan dua
bahasa, bahasa yang telah mereka pelajari di rumah tidak dialek standar dari
bahasa di lingkungan kelas menengah. Mungkin ada kelemahan dalam ketidakmampuan
anak untuk memanipulasi objek atau ide-ide yang dianggap begitu penting oleh
subkultur dominan yang diperkenalkan kepada mereka pada awal kehidupan anak
kelas menengah. Apakah manipulasi melibatkan isi dari sebuah buku atau sebuah
gagasan tentang peran inisiatif individu dari pada nasib, anak yang belum
terbiasa dengan objek atau ide dapat dirugikan dalam subkultur yang dominan.
Dalam banyak kasus ruang kehidupan anak kelas menengah juga memiliki banyak
masalah stratifikasi sosial dalam
masyarakat pinggiran kota.
Jika
kita menganalisis ruang kehidupan itu, terutama kita prihatin dengan
mendefinisikan struktur peluang. Oleh struktur peluang berarti unsur-unsur dalam
lingkungan kita yang menawarkan kemungkinan untuk pertumbuhan masa depan dan
pengembangan. Struktur peluang diwakili oleh hubungan membantu tersedia,
program pendidikan kontak rekan, kemungkinan
pekerjaan, keuangan, moral, dan dukungan psikologis, dll yang hadir dan
tersedia di lingkungan.
Kita
sering gagal memahami aspek psikologis dari lingkungan, khususnya dalam hal
struktur kesempatan tersebut. Dimasa lalu cenderung untuk melihat motivasi
sebagai kuantitas yang lebih atau kurang yang berada dalam individu, bukan
sebagai respon belajar untuk beberapa situasi lingkungan yang diberikan.
Formulasi
terakhir telah dilihat motivasi sebagai suatu konstruksi yang lebih kompleks.
Pandangan seperti itu cenderung fokus pada tingkat stimulasi yang ada dalam
suatu lingkungan tertentu dan untuk menilai tingkat motivasi dalam hal
pendekatan perilaku penarikan. Konstruksi ini melihat manusia sebagai organisme
penuh rangsangan dan membutuhkan setidaknya tingkat minimal stimulasi untuk
perkembangan normal. Konsep "kelaparan stimulus" menambahkan dimensi
baru untuk kebutuhan manusia. Heisler telah menunjukkan bahwa ketika tingkat
rangsangan menjadi terlalu tinggi, organisme cenderung mundur atau menarik diri
ke dalam situasi yang dapat mengatasi menuju tingkat yang lebih nyaman. Stimulasi
pada anak, misalnya dapat terlibat dan mengatasi secara memadai merupakan
fungsi dari pengalaman belajar dimasa lalunya. Anak yang over protective atau
anak-anak dari latar belakang budaya yang berbeda dapat menarik diri dari
tingkat rangsangan dalam kelas yang menantang dan intrik lain. Anak dengan diet
stimulus yang sangat kaya akan bosan dan berusaha untuk meningkatkan tingkat
stimulus dikelas yang sama.
Sayangnya,
kita tahu terlalu sedikit tentang sifat dari kondisi stimulus yang menghasilkan
stres dalam satu anak dan membangkitkan rasa heran dan kegembiraan di tempat
lain. Bagaimanapun, setidaknya empat elemen dalam situasi stimulus yang
diketahui terkait dengan efek mereka pada pendekatan penarikan perilaku atau
motivasi.
Yang
paling jelas elemen-elemen ini adalah intensitas. Kompor panas, suara keras,
kejutan listrik jelas permusuhan stimulus dalam banyak situasi. Bahkan di sini
perbedaan individu yang luas dalam reaksi dengan intensitas stimulus ada,
seperti yang ditunjukkan oleh keberhasilan band rock, psikedelik menampilkan, atau bahkan hobi
seperti parasut melompat. Banyak individu termotivasi untuk mencari yang sangat
tinggi dari tingkat intensitas stimulus dan bahkan menggunakan
obat atau kimia lainnya sebagai sarana untuk meningkatkan intensitas pengalaman.
Unsur lain stimulus yang
jelas adalah kebaruan. Elemen stimulus baru cenderung
memiliki nilai yang lebih tinggi dalam tingkat rangsangan dari meningkatnya melakukan satu lebih
akrab. Anak-anak dan orang dewasa cenderung mencari stimulasi yang lebih tinggi
melalui pengalaman baru, tetapi mereka mungkin menarik diri dari situasi dan
reaksi dan mengalami stres ketika intensitas dan
sesuatu yang baru keduanya tinggi.
Elemen ketiga yang
meningkatkan tingkat rangsangan dalam situasi kompleksitas.
Permainan, teka-teki, karya seni, sastra, dan semua musik bervariasi dalam
kompleksitas dan menarik atau menolak penonton diberikan
sebagai konsekuensi.
Unsur keempat yang beroperasi
dalam cara yang mirip dengan kompleksitas ambiguitas. Penelitian
psikologi sosial yang cukup besar telah menunjukkan adanya perbedaan toleransi
terhadap ambiguitas, mengurangi pertahanan sebagai penyederhanaan yang
berlebihan atau penutupan prematur.
Seperti kita menganalisis ruang kehidupan
individu, kita perlu menilai tingkat stres dan
rangsangan yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai fungsi dari tentunya atau
salah pertandingan yang ada antara kapasitasnya yang dipelajari sebelumnya untuk
mengatasi dengan elemen seperti intensitas,
kebaruan, kompleksitas, dan ambiguitas.
Konselor sering diminta
untuk membantu lembaga yang dianggap sebagai batasan dalam ruang kehidupan
individu. Respon konselor terhadap permintaan kelembagaan dapat bervariasi. Konselor
mungkin mencoba melakukan perubahan dalam lingkungan yang besar, mendapatkan
kerjasama keluarga untuk "Big Brother" atau pelatihan guru laki-laki untuk suatu pendekatan terhadap
anak yatim yang diterima sebagai anak sendiri. Ia mungkin mengembangkan
hubungan dengan gadis pemalu atau terlindung mempersiapkan dirinya untuk
pengalaman kelompok di mana perasaan pribadi atau hubungan interpersonal yang
dibahas. Dia mungkin merancang program pembelajaran untuk anak yang
membawanya berhasil melalui serangkaian studi atau latihan keterampilan
membaca. Dalam setiap kasus, konselor harus melihat dengan seksama pada
ruang kehidupan individu untuk melihat peluang apa yang dibutuhkan dalam ruang
kehidupan orang-orang dan belajar sejarah, dan bagaimana struktur peluang dapat
ditata kembali dan diperluas untuk merangsang pertumbuhan penghasil motivasi.
3. FAKTOR GAYA HIDUP
Gaya hidup yang berhubungan menurut Adler untuk frase "gaya hidup". Namun, kita tidak
berpikir sebagai Adler melakukan dari variabel tunggal seperti berjuang untuk
superioritas yang melingkupi semua perilaku individu. Gaya hidup dapat dilihat
meliputi semua perilaku yang merupakan ciri khas dari seseorang, dan yang telah
membuatnya dimengerti dan anggota masyarakat diprediksi. Termasuk
pendekatan karakteristik seseorang secara umum seperti bergerak mendekati atau
menjauhkan dari orang lain serta pendekatan yang bermotif untuk situasi
tertentu. Gaya hidup adalah kualitas yang lebih istimewa dari tahap kehidupan
atau ruang kehidupan. Variabel gaya hidup
seringkali sangat tergantung pada pandangan subjektif seseorang tentang dirinya
sendiri. Beberapa contoh akan membantu untuk menentukan kedua gaya hidup dan
pendekatan yang sesuai dengan karakteristik tertentu dari gaya hidup individu.
Pendekatan guru dan konselor SMA untuk membantu dengan masalah. Pak
Andrews merasa bahwa usia muridnya tumbuh lebih banyak dan lebih jauh darinya.
Ia dan konselor terus bicara dan konselor membantu Pak Andrews untuk merumuskan
keprihatinannya lebih eksplisit. Ia takut bahwa ia
telah kehilangan kontak dengan keahliannya dalam membentuk hubungan
memuaskan dengan muridnya. Konselor mengeksplorasi
perasaan Pak Andrews tentang situasi dan setuju bahwa ketakutannya yang
berbasis dikenyataan dan dalam jenis peran dan pendekatan perilaku yang
mencirikan kelasnya. Konselor menawarkan garis besar pendekatan yang berbeda
dan Pak Andrews memutuskan untuk terlibat dalam program yang pasti untuk
mempelajari teknik-teknik pendekatan itu. Dalam serangkaian sesi di mana model konselor teknik menghadiri apa yang dikatakan
mahasiswa dan menanggapi langsung ke perasaan mereka dan pernyataan, Pak
Andrews kemudian memutuskan untuk memasukkan kelompok guru yang terlibat dalam
pembelajaran efektivitas komunikasi lebih terbuka. Ia mulai mencoba
teknik-teknik yang telah dipelajari dari konselor dan kelompok dengan
murid-muridnya, kadang-kadang merekam mereka untuk penilaian konselor. Setelah
beberapa saat Pak Andrews menemukan bahwa siswa mengatakan bahwa dia dan teman-temannya merasa lebih dekat dan
lebih nyaman dengan Pak Andrews. Ia dan konselor mengatur untuk tetap
berhubungan sesekali, tetapi setuju bahwa Pak Andrews telah berkembang dalam
kemampuannya untuk berhubungan dengan siswa.
Guru telah bekerja pada karakteristik gaya
hidup yang cukup umum. Dalam kasus lain, kita dapat mempelajari faktor yang
lebih spesifik. Seorang konselor di sebuah pusat konseling perguruan didekati
oleh seorang mahasiswa, nilai mahasiswa
rendah dibandingkan dengan prestasi
sebelumnya. Ia tidak
baik pada saat ujian tetapi telah mengembangkan kecemasan ketika mengambil tes. Sebagai Gary dan penasihatnya bicara, menjadi jelas bahwa ia benar-benar melakukan cukup baik kecuali
untuk masalah khusus ini. Dia
berkencan dengan gembira, menikmati hidup di rumah persaudaraan, bermain di
tim tenis, dan menikmati ski. Gary merasa
bahwa ia belajar di
sekolah dan studinya relevan dengan rencana kejuruannya.
Puas bahwa kecemasan tersebut asli dan terfokus pada situasi pengujian, konselor
menunjukkan teknik yang disebut desensitisasi. Siswa belajar
untuk bersantai di bawah instruksi
konselor dan ketika benar-benar santai, disajikan dengan serangkaian gambar yang Gary dan konselor telah
dibuat menjadi urutan hirarkis berjalan dari gambar
situasi yang menyebabkan kecemasan sedikit orang
yang memprovokasi besar kecemasan, seperti menunggu untuk tes untuk diserahkan di ruang pengujian. Jika
siswa telah menyelesaikan hirarki
gambar dan tetap penuh
santai, ia tes
"desensitisasi dengan situasi
pengujian" nya pada kenyataannya.
Kita telah melihat
bagaimana
tiga set faktor kehidupan tahap
perkembangan, ruang kehidupan, dan
gaya hidup dapat dimanfaatkan secara
terpisah untuk mengembangkan hipotesis dari mana tujuan konseling
perkembangan dan pendekatan dapat muncul. Jelas, dalam
situasi konseling yang nyata
tiga set faktor
yang terintegrasi dalam rangka untuk
menyediakan satu set filter melalui mana pertanyaan yang penting dan
dapat dirumuskan hipotesis. Kita catat sebelumnya bahwa
proses ini harus terus menerus,
tentatif, dan diuji.
Dalam kerangka perkembangan kita
dapat menetapkan peta kognitif yang membantu kita untuk mengeksplorasi wilayah
yang tidak diketahui dan diwakili dalam setiap perkembangan klien. Kita tidak
mencari satu set label untuk menggantung kepadanya, kotak kategoris untuk
menempatkan dia masuk konstruksi diagnostik kami terbuka, berakhir lalu
menghasilkan hipotesis, pertanyaan, dan kemungkinan dari yang kita dapat
mengembangkan dan menyempurnakan kita sesuai tujuan dan pendekatan. Mereka
mengarah ke pengayaan bertahap dan perluasan tingkat pemahaman kita atau dengan
kata lain, diagnosis perkembangan kita dari orang yang tumbuh.
PREDIKSI
Konselor tertarik dalam masalah
prediksi untuk dua alasan . Pertama, ia tertarik dalam pengujian pemahaman
tentang klien dan dengan kecukupan teori konseling pribadinya. Konselor pada
dasarnya beroperasi sebagai seorang ilmuwan dalam menggunakan fitur koreksi
diri dari sistem hipotetiko-deduktif untuk meningkatkan efektivitas
psikologisnya sendiri. Dalam banyak kasus, prediksi menjadi alat
penting untuk membantu klien sendiri. Klien mungkin
ingin memprediksi tentang kesuksesannya di perguruan
tinggi, ketekunan
dalam pekerjaan, atau situasi lainnya.
Masalah prediksi
terlibat dalam dua kategori yang agak berbeda. Dalam kasus dimana prediksi
terjadi terutama untuk tujuan pengujian dan pemurnian teori konselor atau
pemahaman, proses prediksi melibatkan istilah "prediksi
klinis". Prediksi klinis hanyalah satu
di mana sulit atau tidak mungkin untuk memisahkan prediktor dari prediksi.
Misalnya, konselor X mewawancarai seorang
gadis SMA mengenai rencana kuliah. Catatannya sangat baik dan dia menyatakan
ketertarikan yang tinggi di bidang akademik. Setelah beberapa kali wawancara, konselor X memprediksi bahwa klien ini akan drop out dari kuliah dalam waktu dua tahun
untuk menikah. Prediksi ini muncul
bukan dari data tes objektif, tetapi
keluar dari proses yang sangat subyektif dalam pikiran konselor. Prediksi benar-benar diverifikasi. Klien akan drop out dari kuliah dalam
waktu dua tahun untuk menikah atau dia tidak akan melanjutkan
kuliah. Tindak lanjut akan memverifikasi atau
menolak prediksi tersebut. Pengujian prediksi ini pada dasarnya akan menjadi
ujian bagi pemahaman konselor atau sistem teoritis, dari pada tantangan dari sistem tujuan prediksi.
Dari
pada menggunakan metode klinis prediksi, konselor mungkin memilih menggunakan
metode aktuarial. Ia mungkin mendapatkan satu set nilai
tes bakat kuliah untuk klien, masukkan ini ke
dalam sebuah meja harapan, dan membuat
prediksi berdasarkan pengalaman dari sekelompok individu lain dengan
skor serupa dengan kliennya. Dari prediksi aktuaria, konselor dapat menentukan
tingkat kemungkinan ketekunan di perguruan tinggi untuk orang
dengan skor tes seperti klien ini. Dalam
kasus ini, prediksi aktuaria ketekunan perguruan tinggi
dan prediksi klinis mungkin memberikan hasil yang berlawanan.
Penelitian
yang membandingkan efisiensi metode aktuarial dan klinis
dari prediksi dalam situasi di mana keduanya
sama-sama berlaku biasanya memberikan hasil yang sangat
mendukung metode aktuaria. Pilihan metode tidak mudah, bahkan di dalam data
ini. Konselor perlu terus membuat dan menguji prediksi klinis untuk
menyempurnakan teori pribadinya. Dia tidak perlu memberikan
prediksi kepada kliennya kecuali jika ia memiliki alasan untuk
percaya, bahwa mereka akan lebih berguna daripada prediksi smiliar dibuat dari data aktuaria. Dalam situasi dimana data aktuaria yang
tersedia, konselor perlu untuk membandingkan efisiensi prediksinya dengan
metode aktuarial dan untuk digunakan dengan klien metode yang
paling efisien.
Dalam
banyak situasi, metode aktuaria hanya tidak tersedia. Dalam memprediksi
berbagai jenis perilaku, tujuan tabel pengalaman tidak tercatat, dan konselor harus resor ke "tabel PENGALAMAN" subyektif bahwa
ia membawa di kepalanya. Dalam situasi lain bahkan di
mana tabel aktuaria ada, ada keraguan yang cukup besar apakah klien benar-benar
cocok ke dalam sel dalam tabel harapan. Misalnya, dalam memprediksi
keberhasilan perguruan tinggi untuk anak dengan latar belakang budaya
atau bahasa yang sangat berbeda dari kelompok diwakili
dalam tabel harapan, apakah tepat untuk memasukkan nilai klien dalam tabel dan
menerima prediksi yang diberikan.
Faktor
lain yang rumit di prediksi adalah
tarif dasar masalah. Konselor Y beroperasi disebuah
SMA di mana 90 persen dari lulusan memasuki perguruan
tinggi. Menindaklanjuti informasi yang menunjukkan 80 persen
dari lulusan bertahan di perguruan tinggi setelah satu
tahun. Sederhana "dasar tingkat prediksi" dari ketekunan
dalam perguruan tinggi setelah satu tahun akan cenderung untuk
menjadi benar empat kali untuk lulusan SMA ini. Dalam beberapa situasi,
penggunaan data uji aktuaria berdasarkan kelompok di seluruh negara
bagian dengan tingkat dasar yang sangat berbeda sebenarnya dapat
mengurangi efisiensi prediktif diperoleh dari tarif dasar saja.
Secara
umum, konselor perlu lebih sistematis untuk membuat
dan menguji prediksi klinis untuk memastikan pertumbuhan profesional
mereka sendiri. Mereka juga perlu untuk mengumpulkan data
yang aktuaria ke dalam tabel harapan bila
memungkinkan. Dalam membuat prediksi untuk klien, konselor perlu
menggunakan metode prediksi yang dikenal paling efisien untuk
masalah tertentu yang terlibat.
PENGGUNAAN TES DALAM KONSELING
Mungkin ada kesalahpaham dalam sirkulasi tentang penggunaan dan penyalahgunaan tes dalam konseling daripada masalah yang lainnya di lapangan. Berbagai pendapat telah banyak diungkapkan dengan efek bahwa tes yang baik, buruk, tidak bermoral. Tidak adil, bukan orang Amerika, tidak berguna, sempurna, dll. Kenyataannya adalah, tentu saja dalam tes itu sendiri tidak ada hal-hal ini. Tes psikologi hanyalah sebuah contoh dari perilaku yang diambil di bawah kondisi standar dari mana kita menyimpulkan perilaku lainnya.
Memberikan
atau menggunakan uji dalam konseling tidak lebih menunjukkan sikap
"diagnosa" dari jenis lain membuat pengamatan dan
menggambar jenis lain kesimpulan. Tes sendiri adalah perangkat
hanya untuk melakukan pengamatan. Hanya ketika pengguna informasi tes
mulai membuat kesimpulan dari ini observasi bahwa
kemungkinan yang tidak adil, bias, atau hanya salah datang ke
dalam bermain.
Salah
satu sumber yang paling
sering penyalahgunaan tes melibatkan kesalahpahaman dari
asumsi dasar dan konstruksi yang
mendasari tes menggunakan tertentu. Salah satu yang paling
sering disalahpahami seperangkat asumsi adalah bahwa yang terlibat dalam
penggunaan tes bakat. Bakat adalah membangun psikologis yang kita adakan untuk
menjelaskan perbedaan individu dalam kinerja. Ketika kita menyaksikan kinerjaluar
biasa dalam kegiatan tertentu, Kita biasanya menjelaskan hal ini dalam hal
menganggap kepada pelaksana bakat bakat yang tidak biasa.
Bakat kemudian
dapat pernah diukur secara langsung. Hanya pertunjukan dapat
langsung diamati. Dalam merancang tes bakat disebut, karena itu, Kami berusaha
untuk mengamati kinerja yang selalu belajar atau dicapai, dan
kami kemudian menyimpulkan bakat. Kami mengukur prestasi
dan bakat menyimpulkan. Ketika kita bergerak melampaui observasi
untuk menyimpulkan membangun psikologis, asumsi kunci
tertentu harus dibuat. Sangat sering
sifat dari asumsi terlupakan.
Karena
kita tidak bisa mengukur bakat, tetapi harus menyimpulkan dari kinerja
belajar, kita harus mengasumsikan bahwa perbedaan individu dalam kinerja karena
perbedaan dalam membangun mendasari kecerdasan yang kami bermaksud untuk
menyimpulkan. Inferensi ini hanya masuk akal sama sekali
jika kita bersedia untuk membuat asumsi bahwa semua mata pelajaran
pada siapa pengamatan yang dibuat memiliki kesempatan yang sama
untuk belajar atau mencapai kinerja diukur.
Asumsi
ini mungkin masuk akal benar jika kita membandingkan kinerja
dari subjek yang telah memiliki sejarah yang relatif homogen belajar,
latar belakang keluarga, pengalaman budaya, dan
sebagainya. Ketika perbandingan yang dibuat untuk kelompok atau
individu tanpa latar belakang homogen, asumsi kesempatan
yang sama dalam membatalkan segera.
Maka dari ini
bahwa kita dapat mengukur perbedaan dalam prestasi atau
kinerja lebih mudah. Hal ini menjadi cukup sulit untuk membuat
kesimpulan yang aman yang menjelaskan perbedaan-perbedaan
ini. Semua tes yang kita gunakan hanya mengukur
prestasi. Tidak ada tes sekarang tersedia dapat
mengukur bakat secara langsung. Jika tes tersebut pernah
datang ke dalam keberadaan, mereka akan hampir pasti
menjadi fisiologis bukan psikologis, dan tampaknya kriteria berguna. Sampai hal
tidak mungkin bahwa kita dapat melampirkan galvanometer ke telinga subyek dan
mengukur debit listrik antara mereka, konselor akan
melakukannya dengan baik untuk mengingat bahwa konstruksi
seperti "kecerdasan" atau "bakat skolastik"
atau "kemampuan perguruan tinggi" yang
sangat tergantung pada keliru kesimpulan yang jauh melampaui
sifat pengamatan aktual yang mereka didasarkan.
Sumber
lain penyalahgunaan informasi tes berasal dari
pemikiran yang longgar tentang sifat konstruksi yang mendasari disimpulkan seperti
intelijen. Selama bertahun-tahun, upaya telah dilakukan
untuk mengembangkan tes budaya yang disebut bebas dariintelijen.
Beberapa pertanyaan tentang kecerdasan adalah "kemampuan secara
keseluruhan untuk beradaptasi dengan lingkungan." Sifat perilaku
cerdas didefinisikan oleh lingkungan atau budaya. Para dosen yang
khas dilemparkan sendiri di hutan mungkin kurang pas untuk beradaptasi dari pemain
sepak bola yang dia gagal dalam matematika dan menganggap bodoh.
Sifat tuntutan lingkungan menentukan sifat
dari perilaku yang akan dianggap cerdas. Istilah "cerdas" hanyalah sebuah
kata nilai yang diterapkan pada perilaku. Selama ada
perbedaan individu dan kelompok antara manusia, mungkin akan ada orang untuk
menerapkan penilaian nilai perbedaan-perbedaan dalam hal baik dan buruk,
cerdas dan bodoh, superior atau inferior.
Berburu dalam
mempelajari fakta-fakta akumulasi dalam kajian
mendalam bukti dari berbagai penelitian yang relevan menyimpulkan bahwa
asumsi dari intelijen, tetap genetik ditentukan hanya tidak
kompatibel dengan bukti. Sebaliknya, ia menyimpulkan bahwa perkembangan
intelektual dan membangun jelas,
kecerdasan, tumbuh dari interaksi anak dengan lingkungannya. Dalam
konteks ini, peran konselorperkembangan tidak menggunakan tes untuk
mencoba untuk mengukur beberapa setdidefinisikan batas-batas artifisial pada
pengembangan, tetapi untuk membantu menentukan jenis lingkungan.
Pertemuan yang terbaik akan memfasilitasi pengembangan yang optimal.
Schwebel menjelaskan
posisi ini ketika ia mengatakan: “Fungsi mental manusia berkembang dalam proses
pembelajaran. Sementara menguasai pengalaman manusia sistem otak
terbentuk”.
Pendidikan anak
dimulai pada masa bayi. Lima atau enam tahun kemudian mereka yang masuk
sekolah dengan fungsi serebral yang tidak cukup dibentuk atau berbentuk memerlukan
langkah-langkah diagnosa dan korektif. Mereka harus dibantu untuk
memperoleh fungsi-fungsi ini melalui tindakan-tindakan yang direncanakan guru
yang tidak hanya menunggu sekitar untuk beberapa potensi pra ditentukan untuk
berkembang.
Konselor perkembangan membantu untuk memastikan bahwa tes digunakan dalam pengaturan pendidikan untuk memfasilitasi pengembangan, daripada untuk merasionalisasi kegagalan untuk melakukannya.
Konselor perkembangan membantu untuk memastikan bahwa tes digunakan dalam pengaturan pendidikan untuk memfasilitasi pengembangan, daripada untuk merasionalisasi kegagalan untuk melakukannya.
Pengujian dapat
digunakan dalam konseling untuk dua tujuan umum. Kekhawatiran pertama
pengujian hipotesis konselor dan telah ditangani dengan di halaman sebelumnya. Penggunaan
kedua melibatkan interpretasi informasi tes untuk memberikan klien informasi
yang lebih memadai yang bersifat deskriptif atau prediktif tentang diri mereka
sendiri dan kemungkinan mereka.
Mungkin faktor yang
paling penting untuk diingat dalam interpretasi tes adalah bahwa informasi tes
tidak pernah merupakan tujuan itu sendiri, tetapi hanya merupakan alat yang
akan digunakan untuk memfasilitasi beberapa tujuan konseling yang lebih
penting. Uji interpretasi harus selalu diintegrasikan ke dalam konteks
wawancara konseling dengan cara yang berarti maksimum tidak aman untuk klien
dalam hal situasi klien tertentu. Uji interpretasi harus selalu melibatkan
klien dalam cukup aktif makna dari informasi tes kepadanya.
Interpretasi hasil tes
untuk klien melibatkan setidaknya pemahaman minimal dari beberapa konsep
pengukuran penting. Yang pertama dan paling penting dari validitas
tersebut.
Sebelum kita lolos ke
pertanyaan teknis yang terlibat dalam pengujian psikologis, kita harus
menegaskan kembali pentingnya pemahaman yang sangat dasar.Penyalahgunaan tes
psikologi mungkin telah terhubung dengan tragedi kemanusiaan lebih dari setiap
aspek ilmu perilaku modern. Penindasan
sistematis dan diskriminasi terhadap jutaan anak-anak minoritas dan orang
dewasa telah sering sebagian sanksi dengan menggunakan tes.
Pembaca segera diminta
untuk membaca sangat hati-hati pembacaan direkomendasikan pada pengujian
anggota minoritas. Sebuah pemahaman menyeluruh dari literatur ini adalah
hampir suatu keharusan etis dan moral bagi perkembangan konselor.
KEABSAHAN
Validitas melibatkan sejauh
mana instrumen yang diberikan langkah-langkah apa yang
dimaksudkan untuk mengukur. Sejumlah konsep yang
terlibat dalam diskusi tentang validitas. Setidaknya
empat aspek validitas telah diidentifikasi. Ini
termasuk validitas prediktif, validitas konkuren, validitas isi,
dan validitas konstruk.
Jenis validitas yang biasanya lebih bersangkutan
dengan konselor adalah validitas prediktif. Validitas prediktif adalah
kemampuan suatu instrumen untuk memprediksi beberapa kejadian masa
depan, misalnya, rata-rata grade point dari sekelompok anak
SMA setelah satu tahun kuliah. Validitas prediktif biasanya
diperoleh dengan membandingkan koefisien
korelasi antara distribusi skor tes yang diperoleh pada
waktu sebelumnya terhadap distribusi nilai pada beberapa
ukuran kriteria kemudian.
Validitas
konkuren berbeda dari validitas prediktif dalam faktor waktu. Hal
ini biasanya diukur
dengan perhitungan koefisien korelasi antara distribusi skor
tes dan beberapa kriteria mengukur secara
bersamaan . Sebagai contoh, validitas konkuren untuk
tes standar dalam Sejarah Amerika mungkin diperoleh dengan
mengga bungkan satu set skor tes pada siswa dengan nilai mereka
saat ini dalam sejarah.
Faktor penting
dalam kedua konsep ini adalah bahwa mereka tidak dapat dipertukarkan. Kemampuan tes
untuk memprediksi kejadian masa depan tidak dapat
ditunjukkan oleh
korelasi dengan ukuran kriteria bersamaan.
Aspek ketiga
dari validitas adalah validitas konten. Dalam berbagai
jenis tes, terutama tes prestasi di bidang materi pelajaran,
penting untuk menunjukkan bahwa barang uji adalah wakil
dari alam semesta, item yang cukup komprehensif untuk
mewakili tujuan dianggap bidang konten. Validitas
isi berbeda dari validitas prediktif dan bersamaan dalam
bahwa pada dasarnya ditentukan oleh proses melalui
mana item yang dipilih.Sebagai contoh, sebuah penerbit tes bisa mendapatkan semesta beberapa
ribu item yang dikembangkan oleh kesebelas guru kelas Sejarah
Amerika untuk mengukur tujuanprogram mereka. Item ini mungkin
berkurang beberapa ratus dengan menghilangkan konten yang tumpang tindih.
Dari kolam ini, tes seratus item mungkin ditarik oleh
random sampling acak atau bertingkat. Tes ini kemudian
bisa mengklaim validitas konten atas dasar bahwa itu adalah
wakil dari alam semesta item yang dianggap oleh para
ahli untuk menentukan konten yang relevan Sejarah Amerika
pada tingkat tertentu.
Aspek keempat
dan yang paling membingungkan dari validitas
adalah validitas konstruk. Validitas konstruk bagi konselor
tidak perhatian besar bagi konselor berlatih paling.Validitas
konstruk adalah konsep yang berguna dalam penelitian di
daerah di mana tahu birai sangat terbatas
sehingga jenis ukuran kriteria nilai
kecil. Sebagai contoh, psikolog yang tertarik
menyelidiki fenomena "kecemasan" kemungkinan untuk
menemukan sejumlah tindakan kecemasan ada, tetapi tidak satupun
benar-benar mewakili ukuran komprehensif membangun seperti
yang disimpulkan dari teori kepribadian. Ia merencanakan suatu instrumen dalam hal
berapa banyak hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil yang
diperoleh sesuai dengan formulasi teoritis
yang disandang di bawah perkembangannya. Jika
hasil yang relevan dengan dasar teoritis dan membantu untuk
mengembangkan atau menjelaskan teori, tes dapat dikatakan
memiliki validitas konstruk.
Harus
diingat bahwa konselor tidak perlu berlatih terkesan dengan
klaim validitas konstruk untuk tes yang akan ditafsirkan
untuk klien. Kecuali tes dapat menunjukkan prediksi,
bersamaan, atau validitas isi, biasanya nilai yang kecil untuk menafsirkanmereka
kepada klien. Tes biasanya ditafsirkan kepada klien dalam
rangka untuk membantu mereka memahami lebih
baik kemungkinan peristiwa masa depan (validitas prediktif), bagaimana
mereka membandingkan dengan beberapa kelompok yang
relevan (validitas konkuren), atau
bagaimana benar-benar mereka telah menguasai beberapa
bidang pengetahuan (validitas isi).
Lain konsep
validitas yang
sering keliru dipahami adalah validitas wajah. Validitas
wajah adalah sejauh mana item dari tes muncul
untuk mengukur sesuatu. Validitas wajah, tentu saja, tidak
ada validitas sama sekali
dalam pengertian empiris. Sebagai contoh, sebuah
tes yang tampaknya untuk mengukur kemampuan mekanik dan penuh
dengan item tentang roda gigi, puli vekto, dll mungkin tidak
memiliki validitas empiris apapun. Lain tes kepribadian, misalnya, yang
terdiri dari banyak "halus" item yang tidak memiliki
relevansi nyata dapat memiliki validitas empiris substansial.
TABEL
8-1
Jenis Tindakan Validitas Dan Kriteria Yang Relevan
Jenis Tindakan Validitas Dan Kriteria Yang Relevan
Jenis validitas
|
Jenis kriteria
|
Prediksi
|
korelasi set sekarang nilai dengan
satu set kejadian masa depan
|
Bersamaan
|
korelasi set nilai sekarang dengan
beberapa lainnya
pengamatan perilaku ini |
Konten
|
keterwakilan dari
beberapa item isi alam semesta yang didefinisikan
|
Membangun
|
kesesuaian hasil dengan
model hipotetis yang sama theorically berasal
|
Keandalan
Konsep lain utama yang terlibat dalam menggunakan tes adalah kehandala. Keandalan mengacu pada
konsistensi pengukuran dari waktu ke waktu, yang biasanya ditentukan oleh
kehandalan tes ulang uji. Dan konsistensi antara dua pengukuran yang
serupa, yang biasanya disebut "bentuk paralel" atau "split setengah"
kehandalan. Aspek ini dua dari keandalan tidak sama sejak jenis konsistensi
yang diukur cukup berbeda.
Uji
reliabilitas tes ulang adalah jenis reliabilitas di mana konselor biasanya
paling tertarik. Hal ini biasanya dihitung dengan menghitung koefisien
korelasi antara dua distribusi skor tes yang diperoleh pada dua waktu yang
berbeda pada populasi yang sama. Interval waktu antara administrasi adalah
faktor yang relevan dalam mengevaluasi konsistensi tes. Sebagai contoh,
tes mungkin memiliki uji reliabilitas tes ulang dari 90 untuk dua administrasi
satu bulan terpisah. Hal ini memberikan ukuran bermakna kehandalan dari
waktu ke waktu.
Uji
reliabilitas tes ulang jelas mahal dan sulit diperoleh. Karena kenyataan
ini, penerbit uji dapat menggunakan ukuran konsistensi internal di tempat
reliabilitas tes ulang uji. Sebagai contoh, pembangun tes mungkin mengambil
satu set item tes dan membaginya dalam dua bagian melalui beberapa metode acak
seperti item bernomor ganjil dan genap. Dia mungkin mengkorelasikan skor
yang diperoleh dari setiap setengah atau bentuk tes untuk mendapatkan ukuran
yang disebut "setengah split" atau kadang-kadang "paralel
bentuk" kehandalan. Langkah ini hanya memberitahu pengguna sejauh
mana dua bagian atau bentuk dari instrumen melakukan dalam cara yang sama atau
pada intinya, mengukur hal yang sama. Ini tidak mengukur konsistensi
pengukuran dari waktu ke waktu dengan cara apapun.
Kadang-kadang,
sifat mengembangkan akan diukur seperti yang uji reliabilitas tes ulang yang
tinggi tidak diinginkan. Misalnya, "mood skala" dimaksudkan
untuk mengukur fluktuasi dalam reaksi emosional tidak akan diharapkan memiliki
kehandalan dari waktu ke waktu karena mendasari mengembangkan tidak dianggap stabil
dari waktu ke waktu. Prestasi tes atau uji "usia mental" atau waktu
lainnya terkait konstruksi tidak akan diharapkan untuk memiliki keandalan yang
besar atas jangka waktu yang lama. Di sisi lain, konstruksi seperti bakat biasanya
dianggap relatif stabil sepanjang waktu meskipun bukti untuk ini adalah jauh
dari meyakinkan.
Karena hampir semua tes psikologi,
seperti jenis lain pengukuran, tidak sempurna dapat diandalkan, tingkat
ketidaktepatan yang disebabkan oleh fector ini harus dipertimbangkan dalam
setiap penggunaan atau penafsiran nilai dalam menggunakan tes psikologi,
Ketidaktelitian ini diperhitungkan dalam apa yang sering disebut sebuah
"jarak interpretasi". Sebuah penafsiran jarak di kontras dengan
"interpretasi titik" mengakui kenyataan bahwa, karena pengukuran
tidak dapat diandalkan , nilai tertentu tidak akan mungkin akan berulang pada
suatu administrasi tes berikutnya. Sebaliknya, dengan mengubah koefisien
reliabilitas ke dalam apa yang disebut "kesalahan standar pengukuran",
kita dapat menghitung lebar dari jarak di mana angka berikutnya dapat
diharapkan untuk jatuh pada beberapa tingkat probabilitas --- dalam kasus ini,
sekitar dua atau tiga kali.
Sebagai contoh, jika kesalahan
standar pengukuran tes tertentu adalah plus atau minus lima poin skor baku dan
kami memiliki skor mentah diperoleh dari 85, kita dapat berharap bahwa, pada
pengujian ulang, sekitar dua-pertiga dari nilai waktu akan jatuh antara 80 dan
90.
Sebuah perintah yang relatif
sederhana lain mengenai penggunaan tes perlu diingat oleh konselor. Beberapa
tercantum di bawah ini:
1. Nilai tes harus selalu ditafsirkan dalam konteks semua
informasi yang tersedia mengenai klien. Informasi mengenai latar belakang
budaya, kesehatan, motivasi, dan keterampilan pendidikan klien, antara variabel
lainnya, merupakan faktor penting dalam menempatkan arti skor tes dalam
perspektif.
2. Prediksi dari nilai tes yang diperoleh melalui tabel
"harapan" aktuaria atau selalu untuk kelompok, tidak untuk individu.
Prediksi harus selalu dibuat dalam bentuk jamak orang ketiga; "untuk orang
dengan skor seperti ini. . . "
3. Sukses di hampir setiap upaya ditentukan oleh
faktor-faktor kompleks yang pasti meliputi motivasi dan kontrol diri serta
kemampuan. Kemampuan mungkin menjadi faktor yang diperlukan tapi tidak selalu
suatu kondisi yang cukup untuk sukses.
Tes adalah instrumen yang berguna
untuk membuat observasi dan beberapa kasus prediksi tentang perilaku manusia.
Sifat kesimpulan yang dapat ditarik dari data sah uji terbatas. Hal ini sangat
tidak mungkin bahwa klien dapat secara memadai dijelaskan oleh data uji ini
sendiri. Data tersebut, ketika terampil dikombinasikan dengan pengamatan lain,
dapat berguna untuk konselor. Jika dengan menggunakan tes sebagai bagian
penting dari set-nya teknik profesional seorang konselor, ia harus menjadi ahli
dalam penggunaannya. Kemahiran diperoleh melalui studi intensif dan pengalaman
yang luas dengan instrumen yang akan digunakan.
tugas kampus kayaknya ini ya?
BalasHapusiya, hhehe ..
HapusBuat antisipasi kalo data hilang, buat bantu adik adik tingkat juga kalo mau cari materi kuliah :)
mantap blognya, kyaknya anak Bimbingan konseling nih hehe
BalasHapusAlhamdulillah, semoga bermanfaat :)
Hapusiya, saya mahasiswa BK UNS
Salam kenal ya mas, trimakasih sudah berkunjung ^^
bagus kreen infonya..
BalasHapus